Wednesday, February 21, 2007

TINJAUAN PENYAKIT POLIO DARI SUDUT KESEHATAN MASYARAKAT





TINJAUAN PENYAKIT POLIO DARI SUDUT KESEHATAN MASYARAKAT

H.M.A. HUSNIL FAROUK*
NAJMAH**
*Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat,Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
**Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Abstract
Poliomyelitis (polio) is a highly infectious disease caused by a virus. The polio virus enters the body through the mouth, usually from hands or such objects as eating utensil, food contaminated with the stool of an infected person. Polio virus is transmitted primarily through person-to-person contact with an infected individual, especially individuals with poor personal hygiene. Surprisingly, 95% of all individuals infected with polio have no apparent symptoms, but they can transmit to another people. Individuals can carry the virus in their intestines just long enough to transmit to others. Another 4%-8% of infected individuals have symptoms of a minor, non-specific nature, such as sore throat and fever, nausea, vomiting, and other common symptoms of any viral illness. About 1%-2% of infected individuals develop non paralytic aseptic (viral) meningitis, with temporary stiffness of the neck, back, or legs. Less than 2% of all polio infections result in the classic "flaccid paralysis”. There is no cure for polio, it can only be prevented through immunization. Polio vaccine, given multiple times, almost always protects a child for life. Polio Eradication is a way to stop transmission of polio virus to human. Strategies of Eradication Polio which are high routine immunization through basic immunization and National Immunization Days, Acute Flaccid Paralysis (AFP) surveillance and Polio campaigns.
Key word : Polio, Transmission, Kinds, Symptoms,, Eradication.

Abstrak

Polio atau poliomyelitis adalah penyakit yang sangat menular dan diakibatkan oleh virus. Virus polio masuk melalui mulut dimana biasanya dari tangan atau benda seperti alat makan, makanan yang terkontaminasi dengan kotoran manusia. Virus polio menular hanya dari orang ke orang terhadap individu yang terinfeksi virus, khususnya individu dengan tingkat kebersihan yang rendah. Parahnya, 95 % dari semua penderita yang terinfeksi, tidak menunjukkan gejala tetapi mereka bisa menularkan kepada orang lain. Individu tersebut bisa carier dimana virus hidup di ususnya dalam waktu cukup lama untuk menularkan pada individu lain. Sekitar 4 sampai 8 persen infeksi poliovirus tidak menimbulkan gejala serius, hanya gejala minor seperti sakit tenggorokan, demam, lemah,gangguan pencernaan (sembelit) dan gejala umum lainnya seperti pada penyakit yang disebabkan oleh virus. Sekitar 1 % hingga 2 % individu yang terinfeksi berkembang menjadi poliomyelitis nonparalitik meningitis aseptik dengan kekakuan sementara pada leher, punngung atau kaki. Sedikitnya 2 % dari semua korban infeksi polio akan menjadi lumpuh. Polio tidak dapat diobati, penyakit ini hanya bisa dicegah melalui imunisasi. Vaksin polio diberikan berkali-kali, untuk melindungi seorang anak dalam hidupnya. Eradikasi polio adalah salah satu cara untuk menghentikan transmisi virus polio ke manusia. Strategi Eradikasi Polio diantaranya imunisasi rutin yang tinggi pada imunisasi dasar dan Pekan Imunisasi Nasional, Surveilans AFP dan kampanye polio.
Key word : Polio, Penularan, Jenis, Gejala, Imunisasi, Eradikasi.



Pendahuluan
Berbagai negara yang tengah berupaya mengeradikasi polio dilanda kepanikan pada pertengahah tahun 2005. Hal ini disebabkan penyebaran virus polio liar dari negara endemik polio. Kasus polio terakhir di Indonesia terjadi tahun 1995. Pada tahun 2005, kasus Polio muncul kembali padahal WHO sedang giat-giatnya melakukan kampanye vaksinasi polio dan di Indonesia sejak 1995. Kini negara muslim itu menjadi negara ke-16 yang terkena wabah tersebut. Kasus yang muncul di Indonesia ini merupakan pukulan telak bagi PBB yang menargetkan bebas polio pada akhir 2005.1,2,3
Polio sudah dikenal sejak zaman pra-sejarah. Lukisan dinding di kuil-kuil Mesir kuno menggambarkan orang-orang sehat dengan kaki layuh yang berjalan dengan tongkat. Kaisar Romawi Claudius terserang polio ketika masih kanak-kanak dan menjadi pincang seumur hidupnya. Virus polio menyerang tanpa peringatan, merusak sistem saraf menimbulkan kelumpuhan permanen, biasanya pada kaki. Sejumlah besar penderita meninggal karena tidak dapat menggerakkan otot pernapasan. Ketika polio menyerang Amerika selama dasawarsa seusai Perang Dunia II, penyakit itu disebut ‘momok semua orang tua’, karena menjangkiti anak-anak terutama yang berumur di bawah lima tahun. Di sana para orang tua tidak membiarkan anak mereka keluar rumah, gedung-gedung bioskop dikunci, kolam renang, sekolah dan bahkan gereja tutup.4
Polio
Polio atau poliomyelitis adalah penyakit yang sangat menular dan diakibatkan oleh virus polio. Penyakit infeksi ini menyerang sistem saraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan total bahkan kematian dalam hitungan jam dan sampai saat ini belum ditemukan obatnya . 5,6,7,8
Virus polio ada yang disebut P1, P2, dan P3. Yang patogen atau membuat sakit adalah jenis P1. WHO menyatakan tipe P2 dan P3 sudah hampir musnah karena tidak ada laporan kasus serangan dari tipe virus itu. Virus masuk melalui mulut dan berkembang biak di usus ini serta keluar melalui tinja , dan di alam bebas bisa bertahan 2 hari sampai 6 bulan tergantung kondisi alam.2,8,9
Jenis Polio
Terdapat dua kelompok jenis polio yaitu Polio non-paralisis dan polio paralisis. Sembilan lima persen yang terinfeksi virus polio, tidak sakit. Respons pertama terhadap infeksi poliovirus biasanya bersifat infeksi asimptomatik, yakni tidak menunjukkan gejala sakit apa pun. Sekitar 4 sampai 8 persen infeksi poliovirus tidak menimbulkan gejala serius. Bila poliovirus menginfeksi sel yang menjadi sasaran utamanya, yaitu susunan sel syaraf pusat di otak, terjadilah poliomyelitis nonparalitik (1 sampai 2 persen) dan poliomyelitis paralitik (0,1 sampai 1 persen). 2,4,7
1. Polio non-paralisis
Infeksi itu hanya menimbulkan penyakit minor (abortive poliomyelitis) berupa demam, lemah, mengantuk, sakit kepala, mual, muntah, sembelit dan sakit tenggorokan. Setelah itu, pasien dapat sembuh dalam beberapa hari.
Pada kasus poliomyelitis nonparalitik, yang berarti poliovirus telah mencapai selaput otak (meningitis aseptik), penderita mengalami kejang otot, sakit punggung dan leher; selain dari gejala penyakit minor yang telah disebutkan di atas.2. Polio Paralisis
Kasus poliomyelitis paralitik, biasanya terjadi sebagai perkembangan lebih lanjut gejala ringan sebelumnya, meskipun dapat pula terjadi tanpa melalui fase pertama tersebut.
2.1 Polio paralisis spinal
Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan diserap oleh kapiler darah pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Poliovirus menyerang saraf tulang belakang dan neuron motor -- yang mengontrol gerak fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat -- menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan neuron motor. Neuron motor tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas -- kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia.
2.2 Polio bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung neuron motor yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbgai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim 'perintah bernapas' ke paru-paru. Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat 'tenggelam' dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan 'paru-paru besi' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian.
Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia penderita. Hingga saat ini, mereka yang bertahan hidup dari polio jenis ini harus hidup dengan paru-paru besi atau alat bantu pernapasan. Polio bulbar dan spinal sering menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas dari polio paralisis. Polio paralisis tidak bersifat permanen. Penderita yang sembuh dapat memiliki fungsi tubuh yang mendekati normal. 2,4,7
Penularan Polio
Virus polio hanya dapat hidup di usus manusia. Di suatu tempat, virus akan berkembang biak memenuhi dinding usus selama ± 8 minggu. Sebagian virus dan dikeluarkan setiap hari, melalui tinja. Makanan dan minuman yang tercemar tinja, secara langsung atau melalui tangan yang tercemar tinja, akan memindahkan virus ke orang lain. Virus polio tidak mati dengan pembersih biasa seperti sabun, detergen maupun alkohol, ether atau khloroform tetapi mati dengan formaldehyde, chlorine, pemanasan, ultraviolet.5, 6, 9,10
Balita merupakan kelompok resiko terhadap penyakit Polio, walaupun komplikasi penyakit polio dapat terjadi pada orang dewasa.7 Anak-anak yang tidak mempunyai kekebalan yang memadai dapat terinfeksi, dan sebagian kecil di antaranya lumpuh, atau meninggal (1 dalam 100). Untuk setiap anak yang menderita lumpuh karena infeksi polio, kira-kira terdapat 100 – 1000 anak yang tertular tetapi tidak sakit lumpuh. Akan tetapi, anak-anak ini dapat menyebarkan virus polio ke anak-anak yang lain. Jadi jika kita hitung dari 305 kasus polio yang dilaporkan di Indonesia hingga Maret 2006, kemungkinan terdapat 30.500 sampai 305.000 penderita polio yang asymptomatik (tidak lumpuh, atau tanpa gejala) yang juga berpotensi menularkan ke orang lain yang belum kebal. Polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian besar penderita yang terinfeksi poliovirus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri sedang terjangkit. Setelah seseorang terkena infeksi, virus akan keluar melalui feses selama beberapa minggu dan saat itulah dapat terjadi penularan virus.8,11,12,13
Gambar 1. Kekebalan Kelompok dengan Imunisasi14
Pada ’Ongoing Transmission’, penularan penyakit polio menyebar. Hal ini dikarenakan angota kelompok yang diimunisasi di bawah 50 %. Sedangkan pada ’Transmission Stopped’, penularan penyakit polio bisa dihentikan karena hampir 80 % dari anggota kelompok di lingkungannya telah diimunisasi.14



Wabah Polio
Hingga tahun 2006, di benua Afrika, Asia dan negara-negara Mediterian masih ditemukan kasus polio. Sedangkan benua lainnya telah mendapatkan sertifikasi eradikasi polio dunia. Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), di dunia terdapat empat negara endemis virus polio liar, yaitu Negara Pakistan, India, Afganistan, dan Nigeria. Sedangkan negara lainnya merupakan mendapat virus polio impor dari negara endemis termasuk negara Indonesia 10,11
Berdasarkan data WHO, kasus pertama polio di Indonesia ditemukan pada anak umur 20 bulan di desa Giri Jaya, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 13 Maret 2005. Virus penyebab adalah virus impor dari Sudan. Masuknya virus impor bisa melalui orang dewasa atau tenaga kerja yang pulang dari kawasan Timur Tengah. Penyebaran virus polio impor ini sangat cepat dan luas. Dari kasus pertama bulan Maret 2005 sampai tanggal 21 Oktober 2005 telah mencapai 278 kasus di 10 provinsi dan 36 kabupaten. Kasus ini pun meningkat pada akhir November 2005 dimana ditemukan 295 kasus polio di 36 kabupaten pada 10 provinsi dan Indonesia mendapat rangking ke 3 di dunia.3,13,14 Dengan adanya PIN yang intensif, pada akhir tahun 2005 kasus polio bisa ditekan menjadi 303 kasus yang tersebar di 46 kabupaten pada 10 provinsi. Hingga 22 Maret 2006 ditemukan dua kasus polio lagi di Indonesia tepatnya di Bondowoso, Jawa Timur dan di Aceh tenggara, NAD. Ini berarti untuk sementara setelah PIN IV (27 Februari 2006) tidak ditemukan kasus polio di Indonesia.11,12,14,15

Eradikasi Polio
Eradikasi polio (ERAPO) yaitu suatu keadaan dimana virus polio liar tidak ditemukan selama tiga tahun berturut-turut didukung oleh surveilans AFP sesuai standar sertifikasi. Tahapan ERAPO global diantaranya resolusi WHA, stop transmisi Virus Polio Liar, Sertifikasi SEARO, sertifikasi bebas Polio Dunia dan stop imunisasi 11,16
Vaksin polio oral telah diberikan kepada lebih dari dua miliar anak di seluruh dunia sejak diluncurkan inisiatif pemberantasan Polio Global pada tahun 1988. Lebih dari 200 negara ikut berpartisipasi dan melibatkan 200 juta sukarelawan dengan total investasi 3 miliar dollar AS. Di karenakan usaha-usaha tersebut pula lah sekitar lima juta anak dapat berjalan saat ini, dimana jika mereka tidak diimunisasi kemungkinan besar mereka menderita lumpuh. Di seluruh dunia, keberadaan penyakit polio telah ditekan lebih dari 99 persen, dari 350.000 kasus per tahunnya menjadi kurang dari 1300 kasus pertahun pada tahun 2004. OPV (Oral Polio Vaksin) pada situasi yang sangat jarang terjadi terkait dengan komplikasi yang dikenal dengan kelumpuhan polio terkait vaksin. Kejadian yang sangat jarang terjadi kemungkinannya satu diantara 2.4 juta dosis yang di berikan. 6,17
Ada empat strategi untuk memberantas polio. 10,11Pertama, memberi imunisasi polio pada semua anak sebanyak empat kali sebelum usia satu tahun sebagai bagian imunisasi rutin untuk mencegah tujuh penyakit utama anak (tuberkulosis/meningitis, polio, dipteri, pertusis, tetanus, campak, hepatitis B) sehingga cakupan imunisasi rutin meningkat.Kedua, lewat Pekan Imunisasi Nasional (PIN) semua anak di bawah usia lima tahun.
Ketiga, sistem pengamatan dibuat sedemikian rupa sehingga tak ada kasus polio yang tak teridentifikasi. Pelaksanaan Surveilans AFP sesuai standar sertifikasi dengan berperan aktif dalam advokasi dan sosialisasi.Keempat, meningkatkan promosi melalui media massa dan tenaga kesehatan dalam rangka meningkatkan tingkat pengetahuan masyarakat akan manfaat imunisasi dan bahaya penyakit polio.
Vaksin polio oral merupakan salah satu vaksin teraman yang pernah ada. Begitu amannya hingga dapat diberikan pada anak yang kurang sehat dan bayi baru lahir. Vaksin ini telah digunakan di seluruh dunia dan telah menyelamatkan kurang lebih 5 juta anak dari kemungkinan cacat permanen. Anak-anak Indonesia memiliki risiko lebih besar terinfeksi virus polio dari pada efek samping yang diakibatkan oleh vaksin polio yang sangat sedikit yaitu 1 berbanding 200 juta. Kasus ini dinamakan vaccine-associated paralytic Poliomyelitis (VAPP).2,6,10,11
Jenis vaksin yang digunakan untuk PIN aman karena menggunakan Monovalent OPV (mOPV) yang hanya mengandung poliovirus type 1 dan lebih imunogenik dibanding Trivalent OPV (tOPV) yang digunakan pada imunisasi dasar. Virus polio ada yang disebut P1, P2, dan P3 yang patogen atau membuat sakit adalah jenis P1 lebih dominan. Vaksin ini pun, dinyatakan ‘halal’ oleh beberapa ulama dan dinyatakan ‘boleh’ oleh MUI dan tidak ada batasan maksimal dalam pemberiannya. Kadang-kadang diperlukan lebih dari 10 dosis (10 x pemberian imunisasi OPV) untuk seorang anak dalam pemberiannya. Dengan PIN, anak akan mendapat kekebalan yang lengkap dalam membentengi diri dari serangan si Virus Polio. Dosis yang diberikan sangat aman bagi anak walaupun anak kita sedang sakit dan bayi yang baru lahir karena tingkat kekebalannya lebih rendah dari anak-anak yang lain. 3,6,14,17,18
Surveilans AFP (Acute Flaccid Paralysis) adalah suatu perlindungan terhadap polio yang penting bagi keluarga. Sistem ini adalah suatu program kewaspadaan terhadap penyakit pada setiap daerah di seluruh Indonesia dan dunia. Jika seseorang anak tiba-tiba menunjukkan tanda-tanda lunglai atau lemah pada lengan lengan atau kaki, petugas kesehatan harus segera dihubungi sehingga contoh dari tinja anak tersebut dapat diambil untuk dianalisa dan anak tersebut bisa mendapatkan perawatan yang tepat. adalah sangat penting untuk bertindak cepat karena polio sangat menular.6

PENCEGAHAN DAN EDUKASI
Satu-satunya cara memutus transmisi virus polio liar adalah imunisasi. Kita tidak bisa mengontrol virus polio liar yang ada di alam. Tetapi yang bisa kita lakukan adalah melindungi anak-anak dengan meningkatkan kekebalan tubuh terhadap virus. Penyakit Polio tidak dapat diobati dan hanya bisa dicegah. Setiap anak yang tidak terimunisasi adalah wadah untuk bersembunyinya virus polio.6,10,11,14
PIN dan imunisasi dasar polio yang telah dijalankan belum berhasil mencapai cakupan sesuai target yang telah ditetapkan, yaitu minimum 90 persen. Berbagai kendala menghadang, seperti masalah dana, logistik, terutama cold chain untuk menjaga efektivitas vaksin, kendala geografis daerah terpencil, supervisi, masih adanya orang tua yang tidak mau membawa anaknya imunisasi dengan beragam alasan seperti anaknya lagi sakit, trauma, takut anaknya jadi lumpuh dan sebagainya. dan lain-lain. Karena lebih bersifat top down dan kurang dibarengi kegiatan edukasi untuk mendorong tumbuhnya kesadaran masyarakat, kekurangberhasilan pencapaian cakupan PIN kurang bisa terkompensasi dan tetap terjadi pada kegiatan-kegiatan PIN berikutnya. Akibatnya, cukup banyak anak yang tidak terimunisasi sehingga mudah terinfeksi dan memicu terjadinya KLB polio, seperti yang kita lihat sekarang di Sukabumi, Jawa Barat.3
Memperluas promosi perlu dilakukan bersama. Tugas ini bukan hanya tugas pemerintah tetapi tugas seluruh pihak melalui pemberdayaan masyarakat untuk menyebarluasan informasi mengenai polio. Melaui berbagai media seperti media elektronik, media massa, akan mendukung penyebaran informasi mengenai bahayanya penyakit polio ini.7,14,16
KESIMPULAN
1. Penyakit Polio hanya dapat dicegah dengan imunisasi dan bila seorang anak telah terkena polio, ia tidak akan sembuh kembali.
2. Eradikasi polio dapat dilaksakan jika seluruh pihak turut berpartisipasi dalam kegiatan PIN dan imunisasi dasar dan menyebarkan informasi yang jeals dan benar tentang polio.
3. Edukasi sangatlah penting sehingga semua orang yang membawa balitanya untuk mendapatkan imunisasi polio di pusat pelayanan kesehatan dilakukan penuh kesadaran dan informasi yang didapat dapat disebarluaskan kepada yang lain.
SARAN
Ada beberapa masalah mendasar yang harus kita benahi terlebih dahulu, kalau benar- benar ingin mengatasi berbagai masalah kesehatan yang kita hadapi, seperti wabah penyakit infeksi menular polio ini.
Pertama, bagaimana meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam menjaga kesehatan mereka. Selama ini, kesehatan masih belum menjadi prioritas penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Kita baru ribut kalau sudah sakit parah, lumpuh atau kalau sudah ada wabah yang menelan banyak korban, seperti KLB polio sekarang. Kita kurang menyadari bahwa timbulnya berbagai penyakit sebenarnya bisa dicegah. Masih banyak perilaku kita yang kurang sehat, seperti kurang menjaga kebersihan sanitasi lingkungan, kurang menjaga kebersihan dan daya tahan badan, kurang memerhatikan gizi anak-anak, dan lain-lain, termasuk pula kebiasaan mengimunisasi lengkap anak-anak kita. Mari kita terapkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) dimulai dari rumah tangga masing-masing.
Kedua, bagaimana meningkatkan kemauan politis pemerintah mengatasi masalah kesehatan lebih sungguh-sungguh lagi. Sejauh ini kesehatan belum menjadi prioritas penting dalam pembangunan nasional. Cukup menyedihkan sebab rendahnya kesadaran dan kepedulian akan kesehatan ini juga terdapat pada pimpinan penyelenggara negara. Hal ini terbukti dari masih rendahnya anggaran untuk kesehatan yang disediakan pemerintah. Anggaran kesehatan seharusnya dilihat sebagai suatu investasi karena kita sudah menekankan pembangunan SDM. Karena investasi, seharusnya penentu kebijakan tidak usah ragu menyediakan alokasi anggaran yang memadai. Selain itu, alokasi anggaran seharusnya benar-benar diutamakan untuk usaha promotif preventif guna menjaga dan meningkatkan taraf kesehatan masyarakat. Kesehatan memang bukan segala-galanya tetapi tanpa kesehatan segala-galanya menjadi tidak berarti.


DAFTAR PUSTAKA
1. Utama, Andi. Eradikasi Polio, Mungkinkah? Available in http://bioteknews.blogspot.com/2005/07/eradikasi-polio-mungkinkah.html
2. The Immunization Action Coalition. Polio Disease. Available in http://www.vaccineinformation.org/polio/qandadis.asp
3. Gupta, Dhananjoy. Eradication Polio. Materials of Training for Independent Monitor for WHO 3rd PIN in Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, November 2005.
4. Wikipedia Indonesia . Polio. 2005. Available in http://id.wikipedia.org/wiki/Polio
5. Depkes. Flip Chart Polio. 2006
6. ______. Pertanyaan umum mengenai Polio Indonesia Februari 2006. Makalah Jumpa Pers di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan di Dinas Kesehatan Provinsi
7. Director of Polio Health Promotion and Education. Polio. Available in http://www.dhpe.org/infect/poli
8. The Global Eradication of Polio. The disease and the virus http://www.polioeradication.org/disease.asp
9. USAID (United States Agency For International Development), Immunization Essentials, A Practical Field Guide, Washingthon, D.C.2000.
10. Singh, Nihal. Preparation of PIN IV. Materials of Training for Independent Monitor for WHO 4th PIN in Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, February 25, 2006.
11. Singh, Nihal. Preparation of PIN V. Materials of Training for Independent Monitor for WHO 5th PIN in Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, April 6, 2006.
12. WHO. Global_Update_22_Mar_06. Mr. Nihal Singh document as WHO Polio-Consultant for South Sumatera Province. 2006.
13. Ditjen PPM & PL Depkes RI. Mop-up Polio Provinsi Jawa Barat, Bantern dan DKI. Pertemuan Sosialisasi, Jakarta, 25 Mei 2005.
14. Singh, Nihal. 2006. Sensitization on Polio Eradication, Measles Elimination. Materials of Guest Lecture, April 13-2006 in Public Health, Medical Faculty-UNSRI.
15. Yusharmen. Polio di Indonesia. Jumpa Pers WHO, UNICEF, DEPKES di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, 20 Februari 2006.
16. Anonim. Virus Liar Bisa Tunda Target Eradikasi 2005, Jakarta, kompas, 06 Mei 2005. available in http://www.kompas.com/kesehatan/news/0505/06/055946.htm
17. Depkes. Pedoman Pelaksanaan Pekan Imunisasi Nasional tahun 2005. Direktorat Jenderal PP & PL. 2005.
18. WHO. WHO rekomendasikan Vaksin Polio Monovalen. 2005.available in http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/10/18/brk,20051018-68160,id.html
19. Kompas. Tanya Jawab Seputar Penyakit Polio. 2005. Available in http://www.kompas.com/kesehatan/news/0505/06/113102.htm

No comments: