Thursday, February 22, 2007

FLU BURUNG

PREDIKSI PANDEMI FLU BURUNG
DI INDONESIA
(Let’s Think globally, Act locally...’WHO’)

Najmah, SKM
KESEHATAN MASYARAKAT, FK-UNSRI
e-mail :najem240783@yahoo.com

Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari mengingatkan, penularan flu burung dari manusia ke manusia semakin dekat. Saat ini, penularan flu burung masih dari unggas ke manusia. Kemungkinan itu terkait semakin banyaknya cluster (lingkungan dekat tempat orang terjangkit flu burung). "Semakin banyak cluster, kemungkinan untuk menjadi human-to-human semakin dekat," katanya. Namun Siti menepis kekhawatiran bahwa penyebaran flu burung sudah sampai taraf sangat mengkhawatirkan. "Bukan mengkhawatirkan, tapi memprihatinkan," tukasnya. Menkes mengatakan, kemungkinan terjadinya perubahan gen virus flu burung akan semakin besar dengan semakin banyaknya cluster. Saat ini, di Indonesia sudah ditemukan enam cluster, yang tercatat paling banyak di dunia. "Tapi kalau dari segi jumlah (penderita), kita nomor tiga," ucapnya. (Sumber: PdPersi/17 Februari 2006)

PEMBAHASAN masalah kesehatan masyarakat kedua adalah ’Flu Burung’. Pernyataan Menteri di atas didukung oleh teori ’Tahapan Hipotesis timbulnya Pandemi Flu Burung dengan Indonesia sebagai model’yang diungkapkan oleh Dr. dr. I Nyoman Kandun, MPH (Dirjen PP-PL Depkes RI) ketika menyampaikan materi seminar sehari ”Sumatera Selatan Menyikapi Flu Burung ditinjau dari Kesehatan Masyarakat” di FK UNSRI, madang yang diselenggarakan oleh PS Kesehatan Masyarakat UNSRI (10/12/’05) dimana tahapannya yaitu
· Pada tahun 2004, di Indonesia ditemukan virus influenza baru pada binatang. Satu tahun enam bulan kemudian (28 Juni 2005)
· Infeksi manusia yang tertular binatang pun terjadi tetapi belum ada H2H Trans.
· Hipotesis selanjutnya adalah ditemukannya kasus pada manusia dengan sudah ada H2H trans dalam skala kecil, lalu dilanjutkan dengan perluasan epidemi di Indonesia. Hipotesis terakhir yaitu ditemukannya terjadinya PANDEMI Flu Burung (mendunia)tiga bulan kemudian.

TAHAPAN PANDEMI FLU BURUNG (H5N1)
Pandemi adalah suatu keadaan dimana adanya penyakit/agent menular yang secara cepat frekuensinya meningkat meliputi geografis yang luas. Si Virus AI dapat meningkat dengan tajam dengan menyebar (menular) antar manusia dimana akan menyebabkan kematian massal jika tidak ditanggulangi dengan segera. Badan Kesehatan Dunia WHO menyerukan tiap Negara untuk mengambil langkah antisipatif sebelum mencapai tahap pandemi.
Sejarah telah mencatat bahwa kasus flu burung ini telah menjadi pandemi sebanyak 3 kali. Pandemi pertama (1918) yang dikenal dengan ’Spanish Flu’ dengan korban meninggal berkisar 20 juta orang. Jumlah ini lebih kurang sama dengan jumlah kematian oleh PD-I itu sendiri. Wabah pandemik flu kedua dikenal dengan ‘Asian Flu’ terjadi pada tahun 1958 yang menyerang sekitar 80 juta orang jatuh sakit dengan kematian sebanyak 80.000 orang. Sepuluh tahun kemudian yakni di awal tahun 1968, terjadi lagi wabah influenza yang menjadi pandemi ketiga yang dikenal dengan ’Hong Kong flu’. Penyakit ini dalam waktu singkat telah menyebar dari daerah Asia ke Amerika Serikat. Sebanyak 700.000 orang menjadi korban jatuh sakit oleh penyakit ini terhitung baik yang di Asia maupun yang di Amerika Serikat.
Penularan virus Avian Influenza (AI) sudah tidak dilaporkan lagi sejak pandemi ketiga (1968). Tetapi penyakit yang membuat ”histeris dunia” itu muncul lagi pada tahun 1997 dan melewati halangan spesies dari unggas ke manusia. Avian influenza di Hong Kong territory mewabah lagi dengan 18 orang dirawat di rumah sakit dan enam kematian, dan menyebar ke negara lainnya seperti negeri Belanda (2003), Korea Selatan (2003), Viet Nam, Thailand, Laos, Kamboja, Hong Kong, Pakistan, Amerika Serikat, Belanda dan Indonesia (2004). Sementara itu penyebaran H5N1 pada unggas baik domestik maupun yang liar telah dilaporkan di negara-negara Eropa Timur. Wabah ini mematikan 30 jutaan ternak unggas di negara-negara tertular, sebanyak 8,92 juta (79%) dari 11,9 juta spesimen yang diperiksa ternyata positif H5N1. Sebanyak 113,94 juta ekor lagi harus dibunuh paksa untuk mencegah perluasan penularan. Pada kejadian wabah H5N1 tahun 2004 saja, dapat dicatat bahwa serangan H5N1 pada hewan unggas terutama pada ayam di peternakan tradisional penduduk atau backyard farming ataupun pada perusahaan peternakan, mempunyai Case Fatality Rate (CFR) mendekati 100%, sedangkan pada manusia disebut sebagai high mortality.
Di berbagai negara di dunia, Badan Kesehatan Dunia WHO mencatat kasus flu burung pada manusia sejak laporan resmi awal tahun 2004 hingga bulan November 2005, ialah adanya sebanyak 130 kasus yang confirmed dengan kematian sebanyak 67 orang, yang berarti case fatality rate-nya adalah sebesar 51,54%.
Di Indonesia sendiri, cluster flu burung (3 orang dalam 1 keluarga) positif H5N1 yang berasal dari unggas Indonesia ditemukan pada tanggal 28 Juni 2005 dan ditemukan kasus flu burung pada manusia satu per satu. Pada tanggal 19 september 2005, Menkes RI menyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) nasional untuk Flu Burung dengan berjatuhan beberapa korban akibat Virus Avian Influenza ini.
Hingga November 2005, di Indonesia tercatat kasus flu burung H5N1 pada manusia sebanyak 11 kasus yang confirmed dengan pemeriksaan PCR baik yang dilakukan maupun pemeriksaan di laboratorium kolaborasi regional WHO di Universitas Hong Kong. Dari 11 kasus confirmed tersebut terjadi kematian sebesar tujuh kasus atau dengan CFR sebesar 63,66%. Tetapi, info terbaru pada Februari 2006, terdapat 301 kasus suspek (tersangka), 27 kasus confirmed (pasti) dan 19 kematian.
Di Sumatera Selatan, sampai bulan Desember 2005 ditemukan satu korban suspek flu burung, tetapi setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium dinyatakan negatif flu burung. Di samping itu, terdapat 5 daerah yang tertular virus AI di Provinsi Sumatera Selatan yaitu Kab. Musi Rawas (2004), Kota Lubuk Linggau (2004), Kab. Lahat (2005), Kota Palembang (2005), Kab. Banyu Asin (BPTU Sembawa).
WHO membagi status Avian Influenza atau Flu burung H5N1 menurut perkembangannya sejak dari adanya kasus H5N1 pada unggas hingga prediksi akan terjadinya hal yang lebih buruk hingga kemungkinan terjadi penularan penyakit ini antar manusia yang mengakibatkan terjadinya status pandemi. Perkembangan penyakit ini dalam fase dibagi dalam enam tahap yaitu:
1. Tahap I (Low Risk for Human)
Tidak ditemukannya virus influenza type A dari sub type H5N1 hanya terdapat pada binatang dan kalaupun menyeberang kepada manusia, sama sekali tidak mengakibatkan kesakitan.
2. Tahap II (High Risk for Human)
Adanya muncul virus H5N1, hanya terbatas pada kelompok binatang. Namun kalau menular kepada manusia, tidaklah menimbulkan kerugian kesakitan yang berarti, apalagi kematian.
3. Tahap III (no or only ineffective human to human transmission)
Adanya virus H5N1 pada binatang tetapi berpindah menyerang manusia lalu mengakibatkan kesakitan bahkan kematian, namun terbatas hanya pada kelompok kecil atau cluster seperti pada kelompok keluarga atau pada keadaan kontak yang sangat dekat.
4. Tahap IV (Evidence for Human to Human)
Adanya kasus pada manusia oleh virus H5N1 dan terdapat pada cluster yang kurang dari 25 orang dan sama-sama menderita pada kurun waktu hingga dua minggu.
5. Tahap V (Significant Increased human to human)
Terjadinya infeksi oleh virus H5N1 pada cluster masyarakat dengan jumlah hingga 50 orang penderita disertai kematian, dengan berbagai lokasi alamat yang relative tersebar atau berjauhan, umpamanya pada anak-anak sekolah, buruh perusahaan.
6. Tahap VI (Pandemic)
Penularan antar manusia yang sudah mengarah kepada pandemik.

Kini status H5N1 di Indonesia sudah mencapai tahap ke-III, ungkap Dr. Drh. Gindho M. Simanjuntak, MPH. (Pakar Zoonosis dari Litbangkes Depkes RI) pada saat yang sama Diperlukan kehati-hatian yang lebih seksama dan diusahakan mereduksinya kearah yang lebih aman dan mencegah status yang lebih buruk hingga tidak mencapai pandemik. Dalam hal yang demikian ini, menurut WHO, maka dua negara yang sangat potensial menjadi sumber penularan mengarah ke pandemik ialah Cina dan Indonesia.
Tetapi diantara kedua negara ini, hingga bulan Mei tahun 2006, dicermati akan munculnya Indonesia sebagai sumber penularan mengarah pandemik, karena sejak sekarang bulan November hingga bulan Mei 2006, di Cina akan terjadi musim dingin / salju yang mengakibatkan intensitas penularan dari binatang ke manusia akan menurun. Dengan demikian proses penularan dari binatang ke manusia apalagi antar manusia akan menjadi mengecil. Sebaliknya keadaan ini akan menjadi potensial keberadaannya di Indonesia yang sebagai negara daerah tropis yang ”ever summer country” dimana penularannya akan berlanjut, Dr. Drh. Gindho M. Simanjuntak, MPH menambahkan.
Pemeriksan hingga fase kasus pasti ataupun confirmed case sangat bernilai untuk penentuan kebijakan dilapangan untuk mencari kasus tambahan dan dalam usaha pencegahan dan pemberantasan. Demikian juga diperlukan untuk mengetahui apakah telah terjadi transmisi penularan antar manusia.
Ada proses dari flu burung H5N1 menjadi subtipe virus influenza manusia yang baru, antara lain:
1. “Reassortment”
Virus flu burung dan virus influenza manusia dalam wahana pencampur yaitu manusia yang terinfeksi kedua virus yang berbeda itu secara sekaligus memunculkan virus subtipe influenza manusia yang baru yang akan memicu pandemi influenza pada manusia di masa yang akan datang.
2. Mutasi adaptif
Virus flu burung H5N1 bermutasi sendiri dengan mengadaptasikan dirinya pada lingkungan sehingga menjadi subtipe virus influenza manusia yang baru yang mampu menular dari manusia ke manusia secara cepat , mudah dan effisien. Subtipe virus influenza manusia yang baru ini akan memicu pandemi influenza pada manusia dimasa yang akan datang dan menimbulkan katastropi/malapetaka hebat.
Virus influenza A ini mempunyai affinitas yang tinggi kepada sel-sel epithel alat pernafasan. Namun virus ini dapat juga ditemukan pada cairan mulut dan tinja baik pada binatang maupun pada anak-anak balita. Pada temperature 56°C virus ini akan mati dalam waktu lima menit. Virus ini juga akan mati oleh berbagai desinfektans seperti sabun, formaldehyde, alkohol 70% dan senyawa iodine. Virus ini akan mati pada pH asam. Di alam bebas, virus dalam tinja akan dapat bertahan hingga tiga hari.
Avian influenza (AI) atau virus H5N1 termasuk virus influenza A, yang inang alaminya adalah burung yang hidup di air (aquatic bird) dan bebek. Virus ini akhirnya beradaptasi dengan inang dan tidak menyebabkan penyakit pada inangnya tersebut flu burung H5N1 ini. Terminologi penyakit ini lebih dipertajam lagi dengan nama yang lebih spesifik berupa Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI). Penyakit ini dapat menular dari unggas ke hewan mammalia lain dan juga kepada manusia. Penularannya dapat berupa aerogenik bersama debu ataupun kontak langsung dengan cairan dari hidung, mulut dan tinja dari unggas yang sakit. Penularan secara tidak langsung yang tidak kurang pentingnya yaitu melalui pakaian, sepatu, kendaraan, peralatan, sebagaimana juga melalui makanan yang terkontaminasi, demikian juga melalui hewan perantara secara mekanik seperti rodent, kucing dan anjing serta lalat. Ada kecurigaan yang masih perlu pembuktian bahwa pathogenicity dari virus H5N1 akan bertambah bilamana penularan dari unggas terlebih dahulu menginfeksi babi baru kepada manusia. Bila itu terjadi akan menyebabkan wabah yang besar, karena itu dijuluki ”killer flu”. Namun penularan antar manusia belum pernah dibuktikan. Penularan antar manusia ini kemungkinan dapat terjadi bilamana ada mutasi dari virus itu sendiri ataupun terjadinya fusi dari sifat-sifat dua type virus yang kebetulan ada pada satu individu dan diperhitungkan fusi ini akan menghasilkan virus influenza baru yang mungkin sangat virulen dan menular antar manusia.

PENCEGAHAN
Program menuju Indonesia Sehat 2010 dan Sumatera Selatan 2008 adalah meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat harus diaplikasikan, yang mencakup kesehatan lingkungan dan perilaku yang sehat dengan pemberdayaan masyarakat yang optimal. Mencegah tetap lebih baik daripada mengobati. Itulah falsafah yang sudah lama kita anut. Bagaimana kita mengaplikasikannya dalam pencegahan Pandemi flu burung yang jika kita hitung dalam sejarah merupakan pandemic yang ke empat? Ada beberapa langkah preventif yang dapat kita lakukan, diantaranya:
1. Surveilans Terpadu
Active surveillance pada hewan ialah dengan mengetahui situasi penyakit ini pada hewan melalui pengumpulan data dari kelompok-kelompok masyarakat. Mengacu kepada macam kegiatan surveillance ini pada dasarnya adalah pengumpulan data. Untuk pengumpulan data ini diperlukan kerja sama dengan program maupun sektor terkait. Karena masalah penanggulangan penyakit ini adalah juga tanggung jawab masyarakat yang terkait dengan kehewanan, maka pemberdayaan masyarakat veteriner ini perlu di motivasi semaksimal mungkin.
2. Sistem Kewaspadaan Dini
Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) atau Early Warning System (EWS), sangat perlu diketahui indikator-nya dalam hubungannya dengan usaha pencegahan perluasan daerah penularan penyakit flu burung ataupun untuk memprediksi akan terjadinya wabah yang lebih buruk bahkan untuk tidak memberikan kesempatan adanya penularan antar manusia.
Dengan motto Badan Kesehatan Dunia WHO: “Think globally, Act locally” memberi pengertian akan usaha kita memadamkan kejadian lokal sekecil apapun untuk mencegah penularan flu burung ke berbagai negara yang mungkin akan menembus batas negara dan batas benua yang akan mengakibatkan terjadinya status pandemik.
Gerakan T U M P A S flu burung yang disampaikan Ir. Hasjal Fauzi, HS Kadin Peternakan Sumsel) perlu diterapkan bersama, diantarannya :T = tidak perlu panik dan khawatir berlebihan,U = usahakan kebersihan kandang unggas, M = mencuci tangan dengan sabun sesudah kontak dengan unggas, P = proteksi anak-anak dan lanjut usia dari kontak dengan unggas terutama yang sakit , A = amankan dengan memasak daging dan telur unggas terlebih dulu sampai matang, S = segera lapor ke aparat kalau ada tanda- tanda terkena flu burung.
Penyebaran informasi di atas, diperlukan partisipasi seluruh pembaca. Kita pun harus melakukan langkah antisipatif dimulai dari rumah sendiri terutama bagi keluarga yang memiliki hewan ternak unggas untuk segera divaksinisasi dan melakukan desinfektan lingkungan. Telur yang beredar di pasaran aman untuk dikonsumsi karena bila unggas yang terkena flu burung, bernafas saja susah (bunyi ’hek...hek’) apalagi bertelur. Yuuuk, mangcik bicek se Palembang anget and seluruh nusantara, kita lakukan PHBS sama-sama(STAR)**********

No comments: