Monday, February 26, 2007

BARBIE


"HAVE YOU BEEN TO A BARBIE?"


One of the most important bits of slang you could learn is the word barbie (sometimes spelt barby).

This refers to that famous Australian icon, the barbecue (also spelt barbeque).

You can find barbies everywhere in Australia. At the beach. In national parks. On campus. In people’s backyards.

The word barbie can refer to the gathering of people, or to the device used for cooking the meat.

We usually say, “I am going to a barbecue.” NOT “I am going to a barbecue party.”If you haven’t been to a barbie, then you haven’t really been to Australia!

Thursday, February 22, 2007


THE TURTLE AND THE MOUSE DEER

Back in the days when animals could talk, there was a competition between the turtle and the mouse deer. They wanted to know their ability to pass the forest quickly.
The mouse deer determined the route. The route was in the land of the forest. They would start the competition tomorrow morning. They prepared themselves for the important competition. In the morning, the mouse deer and the turtle were ready for the competition. The mouse deer said “ Are you ready to defeat me?”. The turtle answered “ Of course, I am ready to defeat you”.
In the morning, they started the competition, and ran as quickly as possible. The mouse deer overtook the turtle easily. Finally, the winner was the mouse deer. The turtle was disappointed and it wanted one more competition. The mouse deer agreed with it because it was sure to win.
They would decide the competition next week. For some days, the turtle thought about the other route. “I’ve got an idea”, The turtle said, “I’ll choose the shorter route but we’ll across the land and the river”. The time arrived; the competition started. The turtle explained about the route and the mouse deer agreed to the route. First, the mouse deer led nonetheless the turtle ran slowly but it was sure to be a winner. In the middle of the route, the mouse deer was confused because it couldn’t swim. It just kept silent and thought about the way to pass the river. Suddenly, the turtle appeared. The turtle told the mouse deer, “What are you doing here?”. The mouse deer couldn’t answer. The turtle continued the competition and swam the river easily. Finally, the turtle won the competition. The mouse deer was sad because it had lost.
After they had finished the competition, they met again the next morning. They didn’t look angry at each other since they were conscious that way could’t finish their competition. They thought together how to pass the route as quickly as possible. “I have an idea,” the mouse deer said. “What’s your idea?, “, asked the turtle. “The short distance was the second route, wasn’t it?” the mouse deer said. When we run on the land, I’ll carry you and when we passed the river, you’ll carry me. “Do you agree?” asked the mouse deer. The turtle was happy to hear that brilliant idea. “Okey, I agree with you”, it replied. They were happy, they could work together. Finally, they run and they could arrived at the route quickly. All are winners.
The moral of the story is quite simple,” We need teamwork for the best result and friendship is the basis for our lives.”

FLU BURUNG

PREDIKSI PANDEMI FLU BURUNG
DI INDONESIA
(Let’s Think globally, Act locally...’WHO’)

Najmah, SKM
KESEHATAN MASYARAKAT, FK-UNSRI
e-mail :najem240783@yahoo.com

Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari mengingatkan, penularan flu burung dari manusia ke manusia semakin dekat. Saat ini, penularan flu burung masih dari unggas ke manusia. Kemungkinan itu terkait semakin banyaknya cluster (lingkungan dekat tempat orang terjangkit flu burung). "Semakin banyak cluster, kemungkinan untuk menjadi human-to-human semakin dekat," katanya. Namun Siti menepis kekhawatiran bahwa penyebaran flu burung sudah sampai taraf sangat mengkhawatirkan. "Bukan mengkhawatirkan, tapi memprihatinkan," tukasnya. Menkes mengatakan, kemungkinan terjadinya perubahan gen virus flu burung akan semakin besar dengan semakin banyaknya cluster. Saat ini, di Indonesia sudah ditemukan enam cluster, yang tercatat paling banyak di dunia. "Tapi kalau dari segi jumlah (penderita), kita nomor tiga," ucapnya. (Sumber: PdPersi/17 Februari 2006)

PEMBAHASAN masalah kesehatan masyarakat kedua adalah ’Flu Burung’. Pernyataan Menteri di atas didukung oleh teori ’Tahapan Hipotesis timbulnya Pandemi Flu Burung dengan Indonesia sebagai model’yang diungkapkan oleh Dr. dr. I Nyoman Kandun, MPH (Dirjen PP-PL Depkes RI) ketika menyampaikan materi seminar sehari ”Sumatera Selatan Menyikapi Flu Burung ditinjau dari Kesehatan Masyarakat” di FK UNSRI, madang yang diselenggarakan oleh PS Kesehatan Masyarakat UNSRI (10/12/’05) dimana tahapannya yaitu
· Pada tahun 2004, di Indonesia ditemukan virus influenza baru pada binatang. Satu tahun enam bulan kemudian (28 Juni 2005)
· Infeksi manusia yang tertular binatang pun terjadi tetapi belum ada H2H Trans.
· Hipotesis selanjutnya adalah ditemukannya kasus pada manusia dengan sudah ada H2H trans dalam skala kecil, lalu dilanjutkan dengan perluasan epidemi di Indonesia. Hipotesis terakhir yaitu ditemukannya terjadinya PANDEMI Flu Burung (mendunia)tiga bulan kemudian.

TAHAPAN PANDEMI FLU BURUNG (H5N1)
Pandemi adalah suatu keadaan dimana adanya penyakit/agent menular yang secara cepat frekuensinya meningkat meliputi geografis yang luas. Si Virus AI dapat meningkat dengan tajam dengan menyebar (menular) antar manusia dimana akan menyebabkan kematian massal jika tidak ditanggulangi dengan segera. Badan Kesehatan Dunia WHO menyerukan tiap Negara untuk mengambil langkah antisipatif sebelum mencapai tahap pandemi.
Sejarah telah mencatat bahwa kasus flu burung ini telah menjadi pandemi sebanyak 3 kali. Pandemi pertama (1918) yang dikenal dengan ’Spanish Flu’ dengan korban meninggal berkisar 20 juta orang. Jumlah ini lebih kurang sama dengan jumlah kematian oleh PD-I itu sendiri. Wabah pandemik flu kedua dikenal dengan ‘Asian Flu’ terjadi pada tahun 1958 yang menyerang sekitar 80 juta orang jatuh sakit dengan kematian sebanyak 80.000 orang. Sepuluh tahun kemudian yakni di awal tahun 1968, terjadi lagi wabah influenza yang menjadi pandemi ketiga yang dikenal dengan ’Hong Kong flu’. Penyakit ini dalam waktu singkat telah menyebar dari daerah Asia ke Amerika Serikat. Sebanyak 700.000 orang menjadi korban jatuh sakit oleh penyakit ini terhitung baik yang di Asia maupun yang di Amerika Serikat.
Penularan virus Avian Influenza (AI) sudah tidak dilaporkan lagi sejak pandemi ketiga (1968). Tetapi penyakit yang membuat ”histeris dunia” itu muncul lagi pada tahun 1997 dan melewati halangan spesies dari unggas ke manusia. Avian influenza di Hong Kong territory mewabah lagi dengan 18 orang dirawat di rumah sakit dan enam kematian, dan menyebar ke negara lainnya seperti negeri Belanda (2003), Korea Selatan (2003), Viet Nam, Thailand, Laos, Kamboja, Hong Kong, Pakistan, Amerika Serikat, Belanda dan Indonesia (2004). Sementara itu penyebaran H5N1 pada unggas baik domestik maupun yang liar telah dilaporkan di negara-negara Eropa Timur. Wabah ini mematikan 30 jutaan ternak unggas di negara-negara tertular, sebanyak 8,92 juta (79%) dari 11,9 juta spesimen yang diperiksa ternyata positif H5N1. Sebanyak 113,94 juta ekor lagi harus dibunuh paksa untuk mencegah perluasan penularan. Pada kejadian wabah H5N1 tahun 2004 saja, dapat dicatat bahwa serangan H5N1 pada hewan unggas terutama pada ayam di peternakan tradisional penduduk atau backyard farming ataupun pada perusahaan peternakan, mempunyai Case Fatality Rate (CFR) mendekati 100%, sedangkan pada manusia disebut sebagai high mortality.
Di berbagai negara di dunia, Badan Kesehatan Dunia WHO mencatat kasus flu burung pada manusia sejak laporan resmi awal tahun 2004 hingga bulan November 2005, ialah adanya sebanyak 130 kasus yang confirmed dengan kematian sebanyak 67 orang, yang berarti case fatality rate-nya adalah sebesar 51,54%.
Di Indonesia sendiri, cluster flu burung (3 orang dalam 1 keluarga) positif H5N1 yang berasal dari unggas Indonesia ditemukan pada tanggal 28 Juni 2005 dan ditemukan kasus flu burung pada manusia satu per satu. Pada tanggal 19 september 2005, Menkes RI menyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) nasional untuk Flu Burung dengan berjatuhan beberapa korban akibat Virus Avian Influenza ini.
Hingga November 2005, di Indonesia tercatat kasus flu burung H5N1 pada manusia sebanyak 11 kasus yang confirmed dengan pemeriksaan PCR baik yang dilakukan maupun pemeriksaan di laboratorium kolaborasi regional WHO di Universitas Hong Kong. Dari 11 kasus confirmed tersebut terjadi kematian sebesar tujuh kasus atau dengan CFR sebesar 63,66%. Tetapi, info terbaru pada Februari 2006, terdapat 301 kasus suspek (tersangka), 27 kasus confirmed (pasti) dan 19 kematian.
Di Sumatera Selatan, sampai bulan Desember 2005 ditemukan satu korban suspek flu burung, tetapi setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium dinyatakan negatif flu burung. Di samping itu, terdapat 5 daerah yang tertular virus AI di Provinsi Sumatera Selatan yaitu Kab. Musi Rawas (2004), Kota Lubuk Linggau (2004), Kab. Lahat (2005), Kota Palembang (2005), Kab. Banyu Asin (BPTU Sembawa).
WHO membagi status Avian Influenza atau Flu burung H5N1 menurut perkembangannya sejak dari adanya kasus H5N1 pada unggas hingga prediksi akan terjadinya hal yang lebih buruk hingga kemungkinan terjadi penularan penyakit ini antar manusia yang mengakibatkan terjadinya status pandemi. Perkembangan penyakit ini dalam fase dibagi dalam enam tahap yaitu:
1. Tahap I (Low Risk for Human)
Tidak ditemukannya virus influenza type A dari sub type H5N1 hanya terdapat pada binatang dan kalaupun menyeberang kepada manusia, sama sekali tidak mengakibatkan kesakitan.
2. Tahap II (High Risk for Human)
Adanya muncul virus H5N1, hanya terbatas pada kelompok binatang. Namun kalau menular kepada manusia, tidaklah menimbulkan kerugian kesakitan yang berarti, apalagi kematian.
3. Tahap III (no or only ineffective human to human transmission)
Adanya virus H5N1 pada binatang tetapi berpindah menyerang manusia lalu mengakibatkan kesakitan bahkan kematian, namun terbatas hanya pada kelompok kecil atau cluster seperti pada kelompok keluarga atau pada keadaan kontak yang sangat dekat.
4. Tahap IV (Evidence for Human to Human)
Adanya kasus pada manusia oleh virus H5N1 dan terdapat pada cluster yang kurang dari 25 orang dan sama-sama menderita pada kurun waktu hingga dua minggu.
5. Tahap V (Significant Increased human to human)
Terjadinya infeksi oleh virus H5N1 pada cluster masyarakat dengan jumlah hingga 50 orang penderita disertai kematian, dengan berbagai lokasi alamat yang relative tersebar atau berjauhan, umpamanya pada anak-anak sekolah, buruh perusahaan.
6. Tahap VI (Pandemic)
Penularan antar manusia yang sudah mengarah kepada pandemik.

Kini status H5N1 di Indonesia sudah mencapai tahap ke-III, ungkap Dr. Drh. Gindho M. Simanjuntak, MPH. (Pakar Zoonosis dari Litbangkes Depkes RI) pada saat yang sama Diperlukan kehati-hatian yang lebih seksama dan diusahakan mereduksinya kearah yang lebih aman dan mencegah status yang lebih buruk hingga tidak mencapai pandemik. Dalam hal yang demikian ini, menurut WHO, maka dua negara yang sangat potensial menjadi sumber penularan mengarah ke pandemik ialah Cina dan Indonesia.
Tetapi diantara kedua negara ini, hingga bulan Mei tahun 2006, dicermati akan munculnya Indonesia sebagai sumber penularan mengarah pandemik, karena sejak sekarang bulan November hingga bulan Mei 2006, di Cina akan terjadi musim dingin / salju yang mengakibatkan intensitas penularan dari binatang ke manusia akan menurun. Dengan demikian proses penularan dari binatang ke manusia apalagi antar manusia akan menjadi mengecil. Sebaliknya keadaan ini akan menjadi potensial keberadaannya di Indonesia yang sebagai negara daerah tropis yang ”ever summer country” dimana penularannya akan berlanjut, Dr. Drh. Gindho M. Simanjuntak, MPH menambahkan.
Pemeriksan hingga fase kasus pasti ataupun confirmed case sangat bernilai untuk penentuan kebijakan dilapangan untuk mencari kasus tambahan dan dalam usaha pencegahan dan pemberantasan. Demikian juga diperlukan untuk mengetahui apakah telah terjadi transmisi penularan antar manusia.
Ada proses dari flu burung H5N1 menjadi subtipe virus influenza manusia yang baru, antara lain:
1. “Reassortment”
Virus flu burung dan virus influenza manusia dalam wahana pencampur yaitu manusia yang terinfeksi kedua virus yang berbeda itu secara sekaligus memunculkan virus subtipe influenza manusia yang baru yang akan memicu pandemi influenza pada manusia di masa yang akan datang.
2. Mutasi adaptif
Virus flu burung H5N1 bermutasi sendiri dengan mengadaptasikan dirinya pada lingkungan sehingga menjadi subtipe virus influenza manusia yang baru yang mampu menular dari manusia ke manusia secara cepat , mudah dan effisien. Subtipe virus influenza manusia yang baru ini akan memicu pandemi influenza pada manusia dimasa yang akan datang dan menimbulkan katastropi/malapetaka hebat.
Virus influenza A ini mempunyai affinitas yang tinggi kepada sel-sel epithel alat pernafasan. Namun virus ini dapat juga ditemukan pada cairan mulut dan tinja baik pada binatang maupun pada anak-anak balita. Pada temperature 56°C virus ini akan mati dalam waktu lima menit. Virus ini juga akan mati oleh berbagai desinfektans seperti sabun, formaldehyde, alkohol 70% dan senyawa iodine. Virus ini akan mati pada pH asam. Di alam bebas, virus dalam tinja akan dapat bertahan hingga tiga hari.
Avian influenza (AI) atau virus H5N1 termasuk virus influenza A, yang inang alaminya adalah burung yang hidup di air (aquatic bird) dan bebek. Virus ini akhirnya beradaptasi dengan inang dan tidak menyebabkan penyakit pada inangnya tersebut flu burung H5N1 ini. Terminologi penyakit ini lebih dipertajam lagi dengan nama yang lebih spesifik berupa Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI). Penyakit ini dapat menular dari unggas ke hewan mammalia lain dan juga kepada manusia. Penularannya dapat berupa aerogenik bersama debu ataupun kontak langsung dengan cairan dari hidung, mulut dan tinja dari unggas yang sakit. Penularan secara tidak langsung yang tidak kurang pentingnya yaitu melalui pakaian, sepatu, kendaraan, peralatan, sebagaimana juga melalui makanan yang terkontaminasi, demikian juga melalui hewan perantara secara mekanik seperti rodent, kucing dan anjing serta lalat. Ada kecurigaan yang masih perlu pembuktian bahwa pathogenicity dari virus H5N1 akan bertambah bilamana penularan dari unggas terlebih dahulu menginfeksi babi baru kepada manusia. Bila itu terjadi akan menyebabkan wabah yang besar, karena itu dijuluki ”killer flu”. Namun penularan antar manusia belum pernah dibuktikan. Penularan antar manusia ini kemungkinan dapat terjadi bilamana ada mutasi dari virus itu sendiri ataupun terjadinya fusi dari sifat-sifat dua type virus yang kebetulan ada pada satu individu dan diperhitungkan fusi ini akan menghasilkan virus influenza baru yang mungkin sangat virulen dan menular antar manusia.

PENCEGAHAN
Program menuju Indonesia Sehat 2010 dan Sumatera Selatan 2008 adalah meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat harus diaplikasikan, yang mencakup kesehatan lingkungan dan perilaku yang sehat dengan pemberdayaan masyarakat yang optimal. Mencegah tetap lebih baik daripada mengobati. Itulah falsafah yang sudah lama kita anut. Bagaimana kita mengaplikasikannya dalam pencegahan Pandemi flu burung yang jika kita hitung dalam sejarah merupakan pandemic yang ke empat? Ada beberapa langkah preventif yang dapat kita lakukan, diantaranya:
1. Surveilans Terpadu
Active surveillance pada hewan ialah dengan mengetahui situasi penyakit ini pada hewan melalui pengumpulan data dari kelompok-kelompok masyarakat. Mengacu kepada macam kegiatan surveillance ini pada dasarnya adalah pengumpulan data. Untuk pengumpulan data ini diperlukan kerja sama dengan program maupun sektor terkait. Karena masalah penanggulangan penyakit ini adalah juga tanggung jawab masyarakat yang terkait dengan kehewanan, maka pemberdayaan masyarakat veteriner ini perlu di motivasi semaksimal mungkin.
2. Sistem Kewaspadaan Dini
Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) atau Early Warning System (EWS), sangat perlu diketahui indikator-nya dalam hubungannya dengan usaha pencegahan perluasan daerah penularan penyakit flu burung ataupun untuk memprediksi akan terjadinya wabah yang lebih buruk bahkan untuk tidak memberikan kesempatan adanya penularan antar manusia.
Dengan motto Badan Kesehatan Dunia WHO: “Think globally, Act locally” memberi pengertian akan usaha kita memadamkan kejadian lokal sekecil apapun untuk mencegah penularan flu burung ke berbagai negara yang mungkin akan menembus batas negara dan batas benua yang akan mengakibatkan terjadinya status pandemik.
Gerakan T U M P A S flu burung yang disampaikan Ir. Hasjal Fauzi, HS Kadin Peternakan Sumsel) perlu diterapkan bersama, diantarannya :T = tidak perlu panik dan khawatir berlebihan,U = usahakan kebersihan kandang unggas, M = mencuci tangan dengan sabun sesudah kontak dengan unggas, P = proteksi anak-anak dan lanjut usia dari kontak dengan unggas terutama yang sakit , A = amankan dengan memasak daging dan telur unggas terlebih dulu sampai matang, S = segera lapor ke aparat kalau ada tanda- tanda terkena flu burung.
Penyebaran informasi di atas, diperlukan partisipasi seluruh pembaca. Kita pun harus melakukan langkah antisipatif dimulai dari rumah sendiri terutama bagi keluarga yang memiliki hewan ternak unggas untuk segera divaksinisasi dan melakukan desinfektan lingkungan. Telur yang beredar di pasaran aman untuk dikonsumsi karena bila unggas yang terkena flu burung, bernafas saja susah (bunyi ’hek...hek’) apalagi bertelur. Yuuuk, mangcik bicek se Palembang anget and seluruh nusantara, kita lakukan PHBS sama-sama(STAR)**********

POLIO

Sukseskan PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
Menuju Eradikasi Polio (ERAPO)
NAJMAH, SKM
ALHAMDULILLAH DIPUBLIKASIKAN DI HARIAN SUMATERA EKSPRES, SENIN, 28 NOVEMBER 2005

Indonesia saat ini sedang menghadapi KLB (Kejadian Luar Biasa) polio. Kasus Polio telah ditemukan di 10 provinsi dan 36 kabupaten di Indonesia dengan 295 kasus Polio. Indonesia menempati rangking ketiga dari jumlah penderita POLIO di dunia. Sedangkan untuk daerah Sumatera Selatan sudah teridentifikasi 5 kasus positif polio (Pemulutan, 4 Ulu, 5 Ulu, 10 Ulu dan 13 ulu) dengan satu kematian.

Statement di atas disampaikan langsung oleh Mr. Dr. Dhananjoy Gupta (Consultant-Polio) di Dinas Kesehatan Provinsi Sumsel (21/11) ketika saya melakukan wawancara dengan beliau. Angka yang memukau dan pencapaian prestasi rangking yang tinggi dan tidak untuk dipertahankan dan ditingkatkan kalau bicara masalah penyakit.

Kasus Polio muncul ketika WHO sedang giat-giatnya melakukan kampanye vaksinasi polio dan di Indonesia sejak 1995 tidak pernah ditemukan kasus polio.Kasus polio terakhir di Indonesia terjadi tahun 1995, kini negara muslim itu menjadi negara ke-16 yang terkena wabah tersebut (New York Times). Kasus yang muncul di Indonesia ini merupakan pukulan telak bagi PBB yang menargetkan bebas polio pada akhir 2005. Pada awalnya WHO optimistis untuk bisa mewujudkan target ini. Hal ini disebabkan karena virus polio tidak menginfeksi hewan apapun, kecuali manusia. Dengan demikian, virus ini akan lebih mudah dikontrol

Tetapi mengapa penyakit polio mewabah kembali? Ternyata semua anak yang terinfeksi virus polio terbukti belum pernah diimunisasi polio, atau mempunyai status imunisasi polio tidak lengkap. Sekarang Indonesia menghadapi tantangan untuk membasmi virus polio impor sesegera mungkin, sebelum menyebar dan menjadikan Indonesia sebagai daerah endemik. Saat ini di seluruh dunia masih terdapat enam negara yang endemis polio, yaitu India, Sudan, Nigeria, Afganistan, Mesir, dan Pakistan. Meski demikian, tahun 2004 dan awal tahun 2005 beberapa negara yang sudah bebas polio, seperti Chad dan Yaman, terserang kembali oleh virus polio liar dari negara endemis. Globalisasi telah membuat pengendalian penyebaran virus menjadi lebih sukar. Mobilitas penduduk negara endemis ke berbagai negara membuat virus dengan cepat menyebar.

PENYAKIT BERBAHAYA!!!
Polio atau poliomyelitis sangat ditakuti karena penyakit infeksi ini menyerang sistem saraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan total dalam hitungan jam dan sampai saat ini belum ditemukan obatnya.
Virus polio ada yang disebut P1, P2, dan P3. Yang patogen atau membuat sakit adalah jenis P1. WHO menyatakan tipe P2 dan P3 sudah hampir musnah karena tidak ada laporan kasus serangan dari tipe virus itu. Virus masuk melalui mulut dan berkembang biak di usus ini serta keluar melalui tinja , dan di alam bebas bisa bertahan 2 hari sampai 6 bulan tergantung kondisi alam.
Bayangkan bila seorang anak yang menderita penyakit polio, dia BAB di sungai?? Virus itu akan menyebar dengan mudah melalui aliran sungai dan sangat berbahaya bagi banyak orang yang memanfaatkan air sungai tersebut.
BAGAIMANA PENULARAN POLIO ?
Virus polio hanya dapat hidup di usus manusia. Di suatu tempat, virus akan berkembang biak memenuhi dinding usus selama ± 8 minggu. Sebagian virus dan dikeluarkan setiap hari, melalui tinja. Makanan dan minuman yang tercemar tinja, secara langsung atau melalui tangan yang tercemar tinja, akan memindahkan virus ke orang lain.

Virus polio tidak mati dengan pembersih biasa seperti sabun, detergen maupun alkohol, ether atau khloroform tetapi mati dengan formaldehyde, chlorine, pemanasan, ultraviolet.

Anak-anak yang tidak mempunyai kekebalan yang memadai dapat terinfeksi, dan sebagian kecil di antaranya lumpuh, atau meninggal (1 dalam 100). Untuk setiap anak yang menderita lumpuh karena infeksi polio, kira-kira terdapat 100 – 1000 anak yang tertular tetapi tidak sakit lumpuh. Akan tetapi, anak-anak ini dapat menyebarkan virus polio ke anak-anak yang lain. Jadi jika kita hitung dari 295 kasus polio yang dilaporkan di Indonesia, kemungkinan terdapat 29.500 sampai 295.000 penderita polio yang asymptomatik (tidak lumpuh, atau tanpa gejala) yang juga berpotensi menularkan ke orang lain yang belum kebal.

Polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian besar penderita yang terinfeksi poliovirus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri sedang terjangkit. Setelah seseorang terkena infeksi, virus akan keluar melalui feses selama beberapa minggu dan saat itulah dapat terjadi penularan virus. Apalagi bila penderita polio tinggal di kondisi lingkungan yang kurang sehat dan perilaku hidup bersih tidak diterapkan, sangat mendukung kekuatan si VIRUS POLIO.

GEJALA TERSERANG POLIO?
Respons pertama terhadap infeksi poliovirus biasanya bersifat infeksi asimptomatik, yakni tidak menunjukkan gejala sakit apa pun. Sekitar 4 sampai 8 persen infeksi poliovirus tidak menimbulkan gejala serius. Infeksi itu hanya menimbulkan penyakit minor (abortive poliomyelitis) berupa demam, lemah, mengantuk, sakit kepala, mual, muntah, sembelit dan sakit tenggorokan. Setelah itu, pasien dapat sembuh dalam beberapa hari.
Namun, bila poliovirus menginfeksi sel yang menjadi sasaran utamanya, yaitu susunan sel syaraf pusat di otak, terjadilah poliomyelitis nonparalitik (1 sampai 2 persen) dan poliomyelitis paralitik (0,1 sampai 1 persen). Pada kasus poliomyelitis nonparalitik, yang berarti poliovirus telah mencapai selaput otak (meningitis aseptik), penderita mengalami kejang otot, sakit punggung dan leher; selain dari gejala penyakit minor yang telah disebutkan di atas.
Sedangkan kasus poliomyelitis paralitik, biasanya terjadi sebagai perkembangan lebih lanjut gejala ringan sebelumnya, meskipun dapat pula terjadi tanpa melalui fase pertama tersebut. Pada Polio paralisis spinal, Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan diserap oleh kapiler darah pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Poliovirus menyerang saraf tulang belakang dan neuron motor -- yang mengontrol gerak fisik. Sedangkan pada Polio bulbar, disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung neuron motor yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbgai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja.

UPAYA APA YANG HARUS DILAKUKAN ???
ERADIKASI POLIO JAWABNYA. Sebenarnya upaya eradikasi polio sudah berjalan sejak 1988-kurang lebih 17 tahun lalu. Saat itu, semua pihak optimistis bisa memenuhi target eradikasi tahun 2005, bercermin dari keberhasilan dunia membebaskan diri dari penyakit cacar. Dalam situs WHO disebutkan, lebih dari 200 negara ikut berpartisipasi dan melibatkan 200 juta sukarelawan dengan total investasi 3 miliar dollar AS. Sejak diluncurkannya upaya eradikasi global itu, kasus polio turun drastis di seluruh dunia. Kalau tahun 1988 masih terdapat 350.000 kasus polio, akhir tahun 2003 cuma ditemukan 700 kasus.

Dalam melakukan ERAPO, dimana virus liar tidak ditemukan selama 3 tahun berturut-turut di suatu Negara diperlukan kerjasama seluruh pihak. Ada empat strategi yang dianggap manjur untuk memberantas polio.Pertama, memberi imunisasi polio pada semua anak sebanyak empat kali sebelum usia satu tahun sebagai bagian imunisasi rutin untuk mencegah tujuh penyakit utama anak (tuberkulosis/meningitis, polio, dipteri, pertusis, tetanus, campak, hepatitis B) sehingga cakupan imunisasi rutin meningkat.Kedua, lewat Pekan Imunisasi Nasional (PIN) semua anak di bawah usia lima tahun.
Ketiga, sistem pengamatan dibuat sedemikian rupa sehingga tak ada kasus polio yang tak teridentifikasi. Pelaksanaan Surveilans AFP sesuai standar sertifikasi dengan berperan aktif dalam advokasi dan sosialisasi.Keempat, mengirim tim untuk melakukan imunisasi dari rumah ke rumah di wilayah virus polio dicurigai masih beredar.

APAKAH IMUNISASI POLIO ITU AMAN ???
Vaksin polio oral (OPV) aman diberikan kepada anak meskipun dilakukan berulang-ulang. Vaksin ini memang dirancang untuk diberikan berulang-ulang, untuk memastikan perlindungan penuh. Di daerah-daerah tropis yang berudara panas, beberapa dosis vaksin polio dibutuhkan untuk memberikan perlindungan penuh bagi setiap anak. Kadang-kadang diperlukan lebih dari 10 dosis (10 x pemberian imunisasi OPV) untuk seorang anak. Vaksin ini juga aman bagi semua anak. Setiap dosis tambahan di luar imunisasi rutinnya, meningkatkan kekebalan seorang anak lebih lanjut terhadap polio. Tidak ada batasan waktu berapa hari sebelum pelaksanaan PIN dengan pelaksanaan imunisasi rutinnya diberikan. Semua balita tidak bergantung status imunisasi tidak boleh ada yang terlewat untuk ikut serentak pemberian imunisasi polio pada waktu PIN. Setiap anak yang tidak terimunisasi adalah wadah untuk bersembunyinya virus polio.
Vaksin polio oral merupakan salah satu vaksin teraman yang pernah ada. Begitu amannya hingga dapat diberikan pada anak yang kurang sehat dan bayi baru lahir. Vaksin ini telah digunakan di seluruh dunia dan telah menyelamatkan kurang lebih 5 juta anak dari kemungkinan cacat permanen. Anak-anak Indonesia memiliki risiko lebih besar terinfeksi virus polio dari pada efek samping yang diakibatkan oleh vaksin polio yang sangat sedikit yaitu 1 berbanding 200 juta. Kasus ini dinamakan vaccine-associated paralytic Poliomyelitis (VAPP).

YUUKKK….BERSAMA-SAMA ERADIKASI POLIO !!
Dengan memberikan imunisasi dasar polio secara rutin kepada bayi dan anak balita, kita berusaha memberikan kekebalan kepada tiap anak. Apabila setiap orang kebal terhadap polio, virus polio akan musnah karena tidak ada lagi tempat berkembang biak. Namun tidak setiap anak berhasil memperoleh kekebalan yang diharapkan. Akibatnya virus polio masih terus bersirkulasi. Untuk memutuskan mata rantai penularan virus polio, dan membasminya diperlukan pemberian imunisasi polio secara massal dan serentak. Ingatlah kita sudah berhasil membasmi cacar bopeng, sekarang tibalah saatnya polio kita basmi.

Prinsipnya pemberantasan penyakit harus mengedepankan upaya pencegahan dan partisipasi seluruh pihak. Apalagi penyakit menular, seperti polio, yang tidak ada obatnya. Karena itu pemberantasannya harus dilakukan dengan vaksinasi polio sebanyak mungkin. Apabila semua anak, atau setidaknya mendekati 100 persen telah mempunyai kekebalan, maka mereka tidak akan tertular polio dan rantai penularan pun akan terputus. Setelah beberapa waktu, dengan sendirinya penyakit ini akan hilang.
Perlu dicatat bahwa gejala polio hanya terjadi pada balita yang tidak diimunisasi atau riwayat imunisasinya tidak jelas. Hal ini menunjukan bahwa vaksinasi atau imunisasi merupakan hal yang MUTLAK dilakukan. Oleh karena itu, negara-negara yang telah mendeklarasikan bebas polio sekalipun masih tetap melaksanakan program imunisasi, terutama imunisasi rutin terhadap setiap anak yang lahir. Begitu juga dengan Indonesia YANG MENEMPATI RANGKING III DI DUNIA (21/11) oleh kasus polio ini. Seluruh pihak harus melakukan program imunisasi yang rapi sehingga menutup kemungkinan terjadinya wabah polio, baik yang disebabkan oleh virus impor maupun dari virus vaksin yang berubah (vaccine-derived poliovirus). Tetap HATI-HATI DAN WASPADA terhadap penyebaran Penyakit POLIO ini dengan mengikuti imunisasi rutin dan PIN POLIO.

* WHO’S VOLUNTEER FOR 3RD PIN 2005
(Alumnus Kesehatan Masyarakat UNSRI ‘05)
e-mail/fs/ID : najem240783@yahoo.com












POLIO

Sukseskan PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
Menuju Eradikasi Polio (ERAPO)
NAJMAH, SKM
ALHAMDULILLAH DIPUBLIKASIKAN DI HARIAN SUMATERA EKSPRES, SENIN, 28 NOVEMBER 2005

Indonesia saat ini sedang menghadapi KLB (Kejadian Luar Biasa) polio. Kasus Polio telah ditemukan di 10 provinsi dan 36 kabupaten di Indonesia dengan 295 kasus Polio. Indonesia menempati rangking ketiga dari jumlah penderita POLIO di dunia. Sedangkan untuk daerah Sumatera Selatan sudah teridentifikasi 5 kasus positif polio (Pemulutan, 4 Ulu, 5 Ulu, 10 Ulu dan 13 ulu) dengan satu kematian.

Statement di atas disampaikan langsung oleh Mr. Dr. Dhananjoy Gupta (Consultant-Polio) di Dinas Kesehatan Provinsi Sumsel (21/11) ketika saya melakukan wawancara dengan beliau. Angka yang memukau dan pencapaian prestasi rangking yang tinggi dan tidak untuk dipertahankan dan ditingkatkan kalau bicara masalah penyakit.

Kasus Polio muncul ketika WHO sedang giat-giatnya melakukan kampanye vaksinasi polio dan di Indonesia sejak 1995 tidak pernah ditemukan kasus polio.Kasus polio terakhir di Indonesia terjadi tahun 1995, kini negara muslim itu menjadi negara ke-16 yang terkena wabah tersebut (New York Times). Kasus yang muncul di Indonesia ini merupakan pukulan telak bagi PBB yang menargetkan bebas polio pada akhir 2005. Pada awalnya WHO optimistis untuk bisa mewujudkan target ini. Hal ini disebabkan karena virus polio tidak menginfeksi hewan apapun, kecuali manusia. Dengan demikian, virus ini akan lebih mudah dikontrol

Tetapi mengapa penyakit polio mewabah kembali? Ternyata semua anak yang terinfeksi virus polio terbukti belum pernah diimunisasi polio, atau mempunyai status imunisasi polio tidak lengkap. Sekarang Indonesia menghadapi tantangan untuk membasmi virus polio impor sesegera mungkin, sebelum menyebar dan menjadikan Indonesia sebagai daerah endemik. Saat ini di seluruh dunia masih terdapat enam negara yang endemis polio, yaitu India, Sudan, Nigeria, Afganistan, Mesir, dan Pakistan. Meski demikian, tahun 2004 dan awal tahun 2005 beberapa negara yang sudah bebas polio, seperti Chad dan Yaman, terserang kembali oleh virus polio liar dari negara endemis. Globalisasi telah membuat pengendalian penyebaran virus menjadi lebih sukar. Mobilitas penduduk negara endemis ke berbagai negara membuat virus dengan cepat menyebar.

PENYAKIT BERBAHAYA!!!
Polio atau poliomyelitis sangat ditakuti karena penyakit infeksi ini menyerang sistem saraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan total dalam hitungan jam dan sampai saat ini belum ditemukan obatnya.
Virus polio ada yang disebut P1, P2, dan P3. Yang patogen atau membuat sakit adalah jenis P1. WHO menyatakan tipe P2 dan P3 sudah hampir musnah karena tidak ada laporan kasus serangan dari tipe virus itu. Virus masuk melalui mulut dan berkembang biak di usus ini serta keluar melalui tinja , dan di alam bebas bisa bertahan 2 hari sampai 6 bulan tergantung kondisi alam.
Bayangkan bila seorang anak yang menderita penyakit polio, dia BAB di sungai?? Virus itu akan menyebar dengan mudah melalui aliran sungai dan sangat berbahaya bagi banyak orang yang memanfaatkan air sungai tersebut.
BAGAIMANA PENULARAN POLIO ?
Virus polio hanya dapat hidup di usus manusia. Di suatu tempat, virus akan berkembang biak memenuhi dinding usus selama ± 8 minggu. Sebagian virus dan dikeluarkan setiap hari, melalui tinja. Makanan dan minuman yang tercemar tinja, secara langsung atau melalui tangan yang tercemar tinja, akan memindahkan virus ke orang lain.

Virus polio tidak mati dengan pembersih biasa seperti sabun, detergen maupun alkohol, ether atau khloroform tetapi mati dengan formaldehyde, chlorine, pemanasan, ultraviolet.

Anak-anak yang tidak mempunyai kekebalan yang memadai dapat terinfeksi, dan sebagian kecil di antaranya lumpuh, atau meninggal (1 dalam 100). Untuk setiap anak yang menderita lumpuh karena infeksi polio, kira-kira terdapat 100 – 1000 anak yang tertular tetapi tidak sakit lumpuh. Akan tetapi, anak-anak ini dapat menyebarkan virus polio ke anak-anak yang lain. Jadi jika kita hitung dari 295 kasus polio yang dilaporkan di Indonesia, kemungkinan terdapat 29.500 sampai 295.000 penderita polio yang asymptomatik (tidak lumpuh, atau tanpa gejala) yang juga berpotensi menularkan ke orang lain yang belum kebal.

Polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian besar penderita yang terinfeksi poliovirus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri sedang terjangkit. Setelah seseorang terkena infeksi, virus akan keluar melalui feses selama beberapa minggu dan saat itulah dapat terjadi penularan virus. Apalagi bila penderita polio tinggal di kondisi lingkungan yang kurang sehat dan perilaku hidup bersih tidak diterapkan, sangat mendukung kekuatan si VIRUS POLIO.

GEJALA TERSERANG POLIO?
Respons pertama terhadap infeksi poliovirus biasanya bersifat infeksi asimptomatik, yakni tidak menunjukkan gejala sakit apa pun. Sekitar 4 sampai 8 persen infeksi poliovirus tidak menimbulkan gejala serius. Infeksi itu hanya menimbulkan penyakit minor (abortive poliomyelitis) berupa demam, lemah, mengantuk, sakit kepala, mual, muntah, sembelit dan sakit tenggorokan. Setelah itu, pasien dapat sembuh dalam beberapa hari.
Namun, bila poliovirus menginfeksi sel yang menjadi sasaran utamanya, yaitu susunan sel syaraf pusat di otak, terjadilah poliomyelitis nonparalitik (1 sampai 2 persen) dan poliomyelitis paralitik (0,1 sampai 1 persen). Pada kasus poliomyelitis nonparalitik, yang berarti poliovirus telah mencapai selaput otak (meningitis aseptik), penderita mengalami kejang otot, sakit punggung dan leher; selain dari gejala penyakit minor yang telah disebutkan di atas.
Sedangkan kasus poliomyelitis paralitik, biasanya terjadi sebagai perkembangan lebih lanjut gejala ringan sebelumnya, meskipun dapat pula terjadi tanpa melalui fase pertama tersebut. Pada Polio paralisis spinal, Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan diserap oleh kapiler darah pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Poliovirus menyerang saraf tulang belakang dan neuron motor -- yang mengontrol gerak fisik. Sedangkan pada Polio bulbar, disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung neuron motor yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbgai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja.

UPAYA APA YANG HARUS DILAKUKAN ???
ERADIKASI POLIO JAWABNYA. Sebenarnya upaya eradikasi polio sudah berjalan sejak 1988-kurang lebih 17 tahun lalu. Saat itu, semua pihak optimistis bisa memenuhi target eradikasi tahun 2005, bercermin dari keberhasilan dunia membebaskan diri dari penyakit cacar. Dalam situs WHO disebutkan, lebih dari 200 negara ikut berpartisipasi dan melibatkan 200 juta sukarelawan dengan total investasi 3 miliar dollar AS. Sejak diluncurkannya upaya eradikasi global itu, kasus polio turun drastis di seluruh dunia. Kalau tahun 1988 masih terdapat 350.000 kasus polio, akhir tahun 2003 cuma ditemukan 700 kasus.

Dalam melakukan ERAPO, dimana virus liar tidak ditemukan selama 3 tahun berturut-turut di suatu Negara diperlukan kerjasama seluruh pihak. Ada empat strategi yang dianggap manjur untuk memberantas polio.Pertama, memberi imunisasi polio pada semua anak sebanyak empat kali sebelum usia satu tahun sebagai bagian imunisasi rutin untuk mencegah tujuh penyakit utama anak (tuberkulosis/meningitis, polio, dipteri, pertusis, tetanus, campak, hepatitis B) sehingga cakupan imunisasi rutin meningkat.Kedua, lewat Pekan Imunisasi Nasional (PIN) semua anak di bawah usia lima tahun.
Ketiga, sistem pengamatan dibuat sedemikian rupa sehingga tak ada kasus polio yang tak teridentifikasi. Pelaksanaan Surveilans AFP sesuai standar sertifikasi dengan berperan aktif dalam advokasi dan sosialisasi.Keempat, mengirim tim untuk melakukan imunisasi dari rumah ke rumah di wilayah virus polio dicurigai masih beredar.

APAKAH IMUNISASI POLIO ITU AMAN ???
Vaksin polio oral (OPV) aman diberikan kepada anak meskipun dilakukan berulang-ulang. Vaksin ini memang dirancang untuk diberikan berulang-ulang, untuk memastikan perlindungan penuh. Di daerah-daerah tropis yang berudara panas, beberapa dosis vaksin polio dibutuhkan untuk memberikan perlindungan penuh bagi setiap anak. Kadang-kadang diperlukan lebih dari 10 dosis (10 x pemberian imunisasi OPV) untuk seorang anak. Vaksin ini juga aman bagi semua anak. Setiap dosis tambahan di luar imunisasi rutinnya, meningkatkan kekebalan seorang anak lebih lanjut terhadap polio. Tidak ada batasan waktu berapa hari sebelum pelaksanaan PIN dengan pelaksanaan imunisasi rutinnya diberikan. Semua balita tidak bergantung status imunisasi tidak boleh ada yang terlewat untuk ikut serentak pemberian imunisasi polio pada waktu PIN. Setiap anak yang tidak terimunisasi adalah wadah untuk bersembunyinya virus polio.
Vaksin polio oral merupakan salah satu vaksin teraman yang pernah ada. Begitu amannya hingga dapat diberikan pada anak yang kurang sehat dan bayi baru lahir. Vaksin ini telah digunakan di seluruh dunia dan telah menyelamatkan kurang lebih 5 juta anak dari kemungkinan cacat permanen. Anak-anak Indonesia memiliki risiko lebih besar terinfeksi virus polio dari pada efek samping yang diakibatkan oleh vaksin polio yang sangat sedikit yaitu 1 berbanding 200 juta. Kasus ini dinamakan vaccine-associated paralytic Poliomyelitis (VAPP).

YUUKKK….BERSAMA-SAMA ERADIKASI POLIO !!
Dengan memberikan imunisasi dasar polio secara rutin kepada bayi dan anak balita, kita berusaha memberikan kekebalan kepada tiap anak. Apabila setiap orang kebal terhadap polio, virus polio akan musnah karena tidak ada lagi tempat berkembang biak. Namun tidak setiap anak berhasil memperoleh kekebalan yang diharapkan. Akibatnya virus polio masih terus bersirkulasi. Untuk memutuskan mata rantai penularan virus polio, dan membasminya diperlukan pemberian imunisasi polio secara massal dan serentak. Ingatlah kita sudah berhasil membasmi cacar bopeng, sekarang tibalah saatnya polio kita basmi.

Prinsipnya pemberantasan penyakit harus mengedepankan upaya pencegahan dan partisipasi seluruh pihak. Apalagi penyakit menular, seperti polio, yang tidak ada obatnya. Karena itu pemberantasannya harus dilakukan dengan vaksinasi polio sebanyak mungkin. Apabila semua anak, atau setidaknya mendekati 100 persen telah mempunyai kekebalan, maka mereka tidak akan tertular polio dan rantai penularan pun akan terputus. Setelah beberapa waktu, dengan sendirinya penyakit ini akan hilang.
Perlu dicatat bahwa gejala polio hanya terjadi pada balita yang tidak diimunisasi atau riwayat imunisasinya tidak jelas. Hal ini menunjukan bahwa vaksinasi atau imunisasi merupakan hal yang MUTLAK dilakukan. Oleh karena itu, negara-negara yang telah mendeklarasikan bebas polio sekalipun masih tetap melaksanakan program imunisasi, terutama imunisasi rutin terhadap setiap anak yang lahir. Begitu juga dengan Indonesia YANG MENEMPATI RANGKING III DI DUNIA (21/11) oleh kasus polio ini. Seluruh pihak harus melakukan program imunisasi yang rapi sehingga menutup kemungkinan terjadinya wabah polio, baik yang disebabkan oleh virus impor maupun dari virus vaksin yang berubah (vaccine-derived poliovirus). Tetap HATI-HATI DAN WASPADA terhadap penyebaran Penyakit POLIO ini dengan mengikuti imunisasi rutin dan PIN POLIO.

* WHO’S VOLUNTEER FOR 3RD PIN 2005
(Alumnus Kesehatan Masyarakat UNSRI ‘05)
e-mail/fs/ID : najem240783@yahoo.com













Wednesday, February 21, 2007

TINJAUAN PENYAKIT POLIO DARI SUDUT KESEHATAN MASYARAKAT





TINJAUAN PENYAKIT POLIO DARI SUDUT KESEHATAN MASYARAKAT

H.M.A. HUSNIL FAROUK*
NAJMAH**
*Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat,Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
**Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Abstract
Poliomyelitis (polio) is a highly infectious disease caused by a virus. The polio virus enters the body through the mouth, usually from hands or such objects as eating utensil, food contaminated with the stool of an infected person. Polio virus is transmitted primarily through person-to-person contact with an infected individual, especially individuals with poor personal hygiene. Surprisingly, 95% of all individuals infected with polio have no apparent symptoms, but they can transmit to another people. Individuals can carry the virus in their intestines just long enough to transmit to others. Another 4%-8% of infected individuals have symptoms of a minor, non-specific nature, such as sore throat and fever, nausea, vomiting, and other common symptoms of any viral illness. About 1%-2% of infected individuals develop non paralytic aseptic (viral) meningitis, with temporary stiffness of the neck, back, or legs. Less than 2% of all polio infections result in the classic "flaccid paralysis”. There is no cure for polio, it can only be prevented through immunization. Polio vaccine, given multiple times, almost always protects a child for life. Polio Eradication is a way to stop transmission of polio virus to human. Strategies of Eradication Polio which are high routine immunization through basic immunization and National Immunization Days, Acute Flaccid Paralysis (AFP) surveillance and Polio campaigns.
Key word : Polio, Transmission, Kinds, Symptoms,, Eradication.

Abstrak

Polio atau poliomyelitis adalah penyakit yang sangat menular dan diakibatkan oleh virus. Virus polio masuk melalui mulut dimana biasanya dari tangan atau benda seperti alat makan, makanan yang terkontaminasi dengan kotoran manusia. Virus polio menular hanya dari orang ke orang terhadap individu yang terinfeksi virus, khususnya individu dengan tingkat kebersihan yang rendah. Parahnya, 95 % dari semua penderita yang terinfeksi, tidak menunjukkan gejala tetapi mereka bisa menularkan kepada orang lain. Individu tersebut bisa carier dimana virus hidup di ususnya dalam waktu cukup lama untuk menularkan pada individu lain. Sekitar 4 sampai 8 persen infeksi poliovirus tidak menimbulkan gejala serius, hanya gejala minor seperti sakit tenggorokan, demam, lemah,gangguan pencernaan (sembelit) dan gejala umum lainnya seperti pada penyakit yang disebabkan oleh virus. Sekitar 1 % hingga 2 % individu yang terinfeksi berkembang menjadi poliomyelitis nonparalitik meningitis aseptik dengan kekakuan sementara pada leher, punngung atau kaki. Sedikitnya 2 % dari semua korban infeksi polio akan menjadi lumpuh. Polio tidak dapat diobati, penyakit ini hanya bisa dicegah melalui imunisasi. Vaksin polio diberikan berkali-kali, untuk melindungi seorang anak dalam hidupnya. Eradikasi polio adalah salah satu cara untuk menghentikan transmisi virus polio ke manusia. Strategi Eradikasi Polio diantaranya imunisasi rutin yang tinggi pada imunisasi dasar dan Pekan Imunisasi Nasional, Surveilans AFP dan kampanye polio.
Key word : Polio, Penularan, Jenis, Gejala, Imunisasi, Eradikasi.



Pendahuluan
Berbagai negara yang tengah berupaya mengeradikasi polio dilanda kepanikan pada pertengahah tahun 2005. Hal ini disebabkan penyebaran virus polio liar dari negara endemik polio. Kasus polio terakhir di Indonesia terjadi tahun 1995. Pada tahun 2005, kasus Polio muncul kembali padahal WHO sedang giat-giatnya melakukan kampanye vaksinasi polio dan di Indonesia sejak 1995. Kini negara muslim itu menjadi negara ke-16 yang terkena wabah tersebut. Kasus yang muncul di Indonesia ini merupakan pukulan telak bagi PBB yang menargetkan bebas polio pada akhir 2005.1,2,3
Polio sudah dikenal sejak zaman pra-sejarah. Lukisan dinding di kuil-kuil Mesir kuno menggambarkan orang-orang sehat dengan kaki layuh yang berjalan dengan tongkat. Kaisar Romawi Claudius terserang polio ketika masih kanak-kanak dan menjadi pincang seumur hidupnya. Virus polio menyerang tanpa peringatan, merusak sistem saraf menimbulkan kelumpuhan permanen, biasanya pada kaki. Sejumlah besar penderita meninggal karena tidak dapat menggerakkan otot pernapasan. Ketika polio menyerang Amerika selama dasawarsa seusai Perang Dunia II, penyakit itu disebut ‘momok semua orang tua’, karena menjangkiti anak-anak terutama yang berumur di bawah lima tahun. Di sana para orang tua tidak membiarkan anak mereka keluar rumah, gedung-gedung bioskop dikunci, kolam renang, sekolah dan bahkan gereja tutup.4
Polio
Polio atau poliomyelitis adalah penyakit yang sangat menular dan diakibatkan oleh virus polio. Penyakit infeksi ini menyerang sistem saraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan total bahkan kematian dalam hitungan jam dan sampai saat ini belum ditemukan obatnya . 5,6,7,8
Virus polio ada yang disebut P1, P2, dan P3. Yang patogen atau membuat sakit adalah jenis P1. WHO menyatakan tipe P2 dan P3 sudah hampir musnah karena tidak ada laporan kasus serangan dari tipe virus itu. Virus masuk melalui mulut dan berkembang biak di usus ini serta keluar melalui tinja , dan di alam bebas bisa bertahan 2 hari sampai 6 bulan tergantung kondisi alam.2,8,9
Jenis Polio
Terdapat dua kelompok jenis polio yaitu Polio non-paralisis dan polio paralisis. Sembilan lima persen yang terinfeksi virus polio, tidak sakit. Respons pertama terhadap infeksi poliovirus biasanya bersifat infeksi asimptomatik, yakni tidak menunjukkan gejala sakit apa pun. Sekitar 4 sampai 8 persen infeksi poliovirus tidak menimbulkan gejala serius. Bila poliovirus menginfeksi sel yang menjadi sasaran utamanya, yaitu susunan sel syaraf pusat di otak, terjadilah poliomyelitis nonparalitik (1 sampai 2 persen) dan poliomyelitis paralitik (0,1 sampai 1 persen). 2,4,7
1. Polio non-paralisis
Infeksi itu hanya menimbulkan penyakit minor (abortive poliomyelitis) berupa demam, lemah, mengantuk, sakit kepala, mual, muntah, sembelit dan sakit tenggorokan. Setelah itu, pasien dapat sembuh dalam beberapa hari.
Pada kasus poliomyelitis nonparalitik, yang berarti poliovirus telah mencapai selaput otak (meningitis aseptik), penderita mengalami kejang otot, sakit punggung dan leher; selain dari gejala penyakit minor yang telah disebutkan di atas.2. Polio Paralisis
Kasus poliomyelitis paralitik, biasanya terjadi sebagai perkembangan lebih lanjut gejala ringan sebelumnya, meskipun dapat pula terjadi tanpa melalui fase pertama tersebut.
2.1 Polio paralisis spinal
Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan diserap oleh kapiler darah pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Poliovirus menyerang saraf tulang belakang dan neuron motor -- yang mengontrol gerak fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat -- menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan neuron motor. Neuron motor tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas -- kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia.
2.2 Polio bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung neuron motor yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbgai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim 'perintah bernapas' ke paru-paru. Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat 'tenggelam' dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan 'paru-paru besi' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian.
Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia penderita. Hingga saat ini, mereka yang bertahan hidup dari polio jenis ini harus hidup dengan paru-paru besi atau alat bantu pernapasan. Polio bulbar dan spinal sering menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas dari polio paralisis. Polio paralisis tidak bersifat permanen. Penderita yang sembuh dapat memiliki fungsi tubuh yang mendekati normal. 2,4,7
Penularan Polio
Virus polio hanya dapat hidup di usus manusia. Di suatu tempat, virus akan berkembang biak memenuhi dinding usus selama ± 8 minggu. Sebagian virus dan dikeluarkan setiap hari, melalui tinja. Makanan dan minuman yang tercemar tinja, secara langsung atau melalui tangan yang tercemar tinja, akan memindahkan virus ke orang lain. Virus polio tidak mati dengan pembersih biasa seperti sabun, detergen maupun alkohol, ether atau khloroform tetapi mati dengan formaldehyde, chlorine, pemanasan, ultraviolet.5, 6, 9,10
Balita merupakan kelompok resiko terhadap penyakit Polio, walaupun komplikasi penyakit polio dapat terjadi pada orang dewasa.7 Anak-anak yang tidak mempunyai kekebalan yang memadai dapat terinfeksi, dan sebagian kecil di antaranya lumpuh, atau meninggal (1 dalam 100). Untuk setiap anak yang menderita lumpuh karena infeksi polio, kira-kira terdapat 100 – 1000 anak yang tertular tetapi tidak sakit lumpuh. Akan tetapi, anak-anak ini dapat menyebarkan virus polio ke anak-anak yang lain. Jadi jika kita hitung dari 305 kasus polio yang dilaporkan di Indonesia hingga Maret 2006, kemungkinan terdapat 30.500 sampai 305.000 penderita polio yang asymptomatik (tidak lumpuh, atau tanpa gejala) yang juga berpotensi menularkan ke orang lain yang belum kebal. Polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian besar penderita yang terinfeksi poliovirus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri sedang terjangkit. Setelah seseorang terkena infeksi, virus akan keluar melalui feses selama beberapa minggu dan saat itulah dapat terjadi penularan virus.8,11,12,13
Gambar 1. Kekebalan Kelompok dengan Imunisasi14
Pada ’Ongoing Transmission’, penularan penyakit polio menyebar. Hal ini dikarenakan angota kelompok yang diimunisasi di bawah 50 %. Sedangkan pada ’Transmission Stopped’, penularan penyakit polio bisa dihentikan karena hampir 80 % dari anggota kelompok di lingkungannya telah diimunisasi.14



Wabah Polio
Hingga tahun 2006, di benua Afrika, Asia dan negara-negara Mediterian masih ditemukan kasus polio. Sedangkan benua lainnya telah mendapatkan sertifikasi eradikasi polio dunia. Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), di dunia terdapat empat negara endemis virus polio liar, yaitu Negara Pakistan, India, Afganistan, dan Nigeria. Sedangkan negara lainnya merupakan mendapat virus polio impor dari negara endemis termasuk negara Indonesia 10,11
Berdasarkan data WHO, kasus pertama polio di Indonesia ditemukan pada anak umur 20 bulan di desa Giri Jaya, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 13 Maret 2005. Virus penyebab adalah virus impor dari Sudan. Masuknya virus impor bisa melalui orang dewasa atau tenaga kerja yang pulang dari kawasan Timur Tengah. Penyebaran virus polio impor ini sangat cepat dan luas. Dari kasus pertama bulan Maret 2005 sampai tanggal 21 Oktober 2005 telah mencapai 278 kasus di 10 provinsi dan 36 kabupaten. Kasus ini pun meningkat pada akhir November 2005 dimana ditemukan 295 kasus polio di 36 kabupaten pada 10 provinsi dan Indonesia mendapat rangking ke 3 di dunia.3,13,14 Dengan adanya PIN yang intensif, pada akhir tahun 2005 kasus polio bisa ditekan menjadi 303 kasus yang tersebar di 46 kabupaten pada 10 provinsi. Hingga 22 Maret 2006 ditemukan dua kasus polio lagi di Indonesia tepatnya di Bondowoso, Jawa Timur dan di Aceh tenggara, NAD. Ini berarti untuk sementara setelah PIN IV (27 Februari 2006) tidak ditemukan kasus polio di Indonesia.11,12,14,15

Eradikasi Polio
Eradikasi polio (ERAPO) yaitu suatu keadaan dimana virus polio liar tidak ditemukan selama tiga tahun berturut-turut didukung oleh surveilans AFP sesuai standar sertifikasi. Tahapan ERAPO global diantaranya resolusi WHA, stop transmisi Virus Polio Liar, Sertifikasi SEARO, sertifikasi bebas Polio Dunia dan stop imunisasi 11,16
Vaksin polio oral telah diberikan kepada lebih dari dua miliar anak di seluruh dunia sejak diluncurkan inisiatif pemberantasan Polio Global pada tahun 1988. Lebih dari 200 negara ikut berpartisipasi dan melibatkan 200 juta sukarelawan dengan total investasi 3 miliar dollar AS. Di karenakan usaha-usaha tersebut pula lah sekitar lima juta anak dapat berjalan saat ini, dimana jika mereka tidak diimunisasi kemungkinan besar mereka menderita lumpuh. Di seluruh dunia, keberadaan penyakit polio telah ditekan lebih dari 99 persen, dari 350.000 kasus per tahunnya menjadi kurang dari 1300 kasus pertahun pada tahun 2004. OPV (Oral Polio Vaksin) pada situasi yang sangat jarang terjadi terkait dengan komplikasi yang dikenal dengan kelumpuhan polio terkait vaksin. Kejadian yang sangat jarang terjadi kemungkinannya satu diantara 2.4 juta dosis yang di berikan. 6,17
Ada empat strategi untuk memberantas polio. 10,11Pertama, memberi imunisasi polio pada semua anak sebanyak empat kali sebelum usia satu tahun sebagai bagian imunisasi rutin untuk mencegah tujuh penyakit utama anak (tuberkulosis/meningitis, polio, dipteri, pertusis, tetanus, campak, hepatitis B) sehingga cakupan imunisasi rutin meningkat.Kedua, lewat Pekan Imunisasi Nasional (PIN) semua anak di bawah usia lima tahun.
Ketiga, sistem pengamatan dibuat sedemikian rupa sehingga tak ada kasus polio yang tak teridentifikasi. Pelaksanaan Surveilans AFP sesuai standar sertifikasi dengan berperan aktif dalam advokasi dan sosialisasi.Keempat, meningkatkan promosi melalui media massa dan tenaga kesehatan dalam rangka meningkatkan tingkat pengetahuan masyarakat akan manfaat imunisasi dan bahaya penyakit polio.
Vaksin polio oral merupakan salah satu vaksin teraman yang pernah ada. Begitu amannya hingga dapat diberikan pada anak yang kurang sehat dan bayi baru lahir. Vaksin ini telah digunakan di seluruh dunia dan telah menyelamatkan kurang lebih 5 juta anak dari kemungkinan cacat permanen. Anak-anak Indonesia memiliki risiko lebih besar terinfeksi virus polio dari pada efek samping yang diakibatkan oleh vaksin polio yang sangat sedikit yaitu 1 berbanding 200 juta. Kasus ini dinamakan vaccine-associated paralytic Poliomyelitis (VAPP).2,6,10,11
Jenis vaksin yang digunakan untuk PIN aman karena menggunakan Monovalent OPV (mOPV) yang hanya mengandung poliovirus type 1 dan lebih imunogenik dibanding Trivalent OPV (tOPV) yang digunakan pada imunisasi dasar. Virus polio ada yang disebut P1, P2, dan P3 yang patogen atau membuat sakit adalah jenis P1 lebih dominan. Vaksin ini pun, dinyatakan ‘halal’ oleh beberapa ulama dan dinyatakan ‘boleh’ oleh MUI dan tidak ada batasan maksimal dalam pemberiannya. Kadang-kadang diperlukan lebih dari 10 dosis (10 x pemberian imunisasi OPV) untuk seorang anak dalam pemberiannya. Dengan PIN, anak akan mendapat kekebalan yang lengkap dalam membentengi diri dari serangan si Virus Polio. Dosis yang diberikan sangat aman bagi anak walaupun anak kita sedang sakit dan bayi yang baru lahir karena tingkat kekebalannya lebih rendah dari anak-anak yang lain. 3,6,14,17,18
Surveilans AFP (Acute Flaccid Paralysis) adalah suatu perlindungan terhadap polio yang penting bagi keluarga. Sistem ini adalah suatu program kewaspadaan terhadap penyakit pada setiap daerah di seluruh Indonesia dan dunia. Jika seseorang anak tiba-tiba menunjukkan tanda-tanda lunglai atau lemah pada lengan lengan atau kaki, petugas kesehatan harus segera dihubungi sehingga contoh dari tinja anak tersebut dapat diambil untuk dianalisa dan anak tersebut bisa mendapatkan perawatan yang tepat. adalah sangat penting untuk bertindak cepat karena polio sangat menular.6

PENCEGAHAN DAN EDUKASI
Satu-satunya cara memutus transmisi virus polio liar adalah imunisasi. Kita tidak bisa mengontrol virus polio liar yang ada di alam. Tetapi yang bisa kita lakukan adalah melindungi anak-anak dengan meningkatkan kekebalan tubuh terhadap virus. Penyakit Polio tidak dapat diobati dan hanya bisa dicegah. Setiap anak yang tidak terimunisasi adalah wadah untuk bersembunyinya virus polio.6,10,11,14
PIN dan imunisasi dasar polio yang telah dijalankan belum berhasil mencapai cakupan sesuai target yang telah ditetapkan, yaitu minimum 90 persen. Berbagai kendala menghadang, seperti masalah dana, logistik, terutama cold chain untuk menjaga efektivitas vaksin, kendala geografis daerah terpencil, supervisi, masih adanya orang tua yang tidak mau membawa anaknya imunisasi dengan beragam alasan seperti anaknya lagi sakit, trauma, takut anaknya jadi lumpuh dan sebagainya. dan lain-lain. Karena lebih bersifat top down dan kurang dibarengi kegiatan edukasi untuk mendorong tumbuhnya kesadaran masyarakat, kekurangberhasilan pencapaian cakupan PIN kurang bisa terkompensasi dan tetap terjadi pada kegiatan-kegiatan PIN berikutnya. Akibatnya, cukup banyak anak yang tidak terimunisasi sehingga mudah terinfeksi dan memicu terjadinya KLB polio, seperti yang kita lihat sekarang di Sukabumi, Jawa Barat.3
Memperluas promosi perlu dilakukan bersama. Tugas ini bukan hanya tugas pemerintah tetapi tugas seluruh pihak melalui pemberdayaan masyarakat untuk menyebarluasan informasi mengenai polio. Melaui berbagai media seperti media elektronik, media massa, akan mendukung penyebaran informasi mengenai bahayanya penyakit polio ini.7,14,16
KESIMPULAN
1. Penyakit Polio hanya dapat dicegah dengan imunisasi dan bila seorang anak telah terkena polio, ia tidak akan sembuh kembali.
2. Eradikasi polio dapat dilaksakan jika seluruh pihak turut berpartisipasi dalam kegiatan PIN dan imunisasi dasar dan menyebarkan informasi yang jeals dan benar tentang polio.
3. Edukasi sangatlah penting sehingga semua orang yang membawa balitanya untuk mendapatkan imunisasi polio di pusat pelayanan kesehatan dilakukan penuh kesadaran dan informasi yang didapat dapat disebarluaskan kepada yang lain.
SARAN
Ada beberapa masalah mendasar yang harus kita benahi terlebih dahulu, kalau benar- benar ingin mengatasi berbagai masalah kesehatan yang kita hadapi, seperti wabah penyakit infeksi menular polio ini.
Pertama, bagaimana meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam menjaga kesehatan mereka. Selama ini, kesehatan masih belum menjadi prioritas penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Kita baru ribut kalau sudah sakit parah, lumpuh atau kalau sudah ada wabah yang menelan banyak korban, seperti KLB polio sekarang. Kita kurang menyadari bahwa timbulnya berbagai penyakit sebenarnya bisa dicegah. Masih banyak perilaku kita yang kurang sehat, seperti kurang menjaga kebersihan sanitasi lingkungan, kurang menjaga kebersihan dan daya tahan badan, kurang memerhatikan gizi anak-anak, dan lain-lain, termasuk pula kebiasaan mengimunisasi lengkap anak-anak kita. Mari kita terapkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) dimulai dari rumah tangga masing-masing.
Kedua, bagaimana meningkatkan kemauan politis pemerintah mengatasi masalah kesehatan lebih sungguh-sungguh lagi. Sejauh ini kesehatan belum menjadi prioritas penting dalam pembangunan nasional. Cukup menyedihkan sebab rendahnya kesadaran dan kepedulian akan kesehatan ini juga terdapat pada pimpinan penyelenggara negara. Hal ini terbukti dari masih rendahnya anggaran untuk kesehatan yang disediakan pemerintah. Anggaran kesehatan seharusnya dilihat sebagai suatu investasi karena kita sudah menekankan pembangunan SDM. Karena investasi, seharusnya penentu kebijakan tidak usah ragu menyediakan alokasi anggaran yang memadai. Selain itu, alokasi anggaran seharusnya benar-benar diutamakan untuk usaha promotif preventif guna menjaga dan meningkatkan taraf kesehatan masyarakat. Kesehatan memang bukan segala-galanya tetapi tanpa kesehatan segala-galanya menjadi tidak berarti.


DAFTAR PUSTAKA
1. Utama, Andi. Eradikasi Polio, Mungkinkah? Available in http://bioteknews.blogspot.com/2005/07/eradikasi-polio-mungkinkah.html
2. The Immunization Action Coalition. Polio Disease. Available in http://www.vaccineinformation.org/polio/qandadis.asp
3. Gupta, Dhananjoy. Eradication Polio. Materials of Training for Independent Monitor for WHO 3rd PIN in Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, November 2005.
4. Wikipedia Indonesia . Polio. 2005. Available in http://id.wikipedia.org/wiki/Polio
5. Depkes. Flip Chart Polio. 2006
6. ______. Pertanyaan umum mengenai Polio Indonesia Februari 2006. Makalah Jumpa Pers di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan di Dinas Kesehatan Provinsi
7. Director of Polio Health Promotion and Education. Polio. Available in http://www.dhpe.org/infect/poli
8. The Global Eradication of Polio. The disease and the virus http://www.polioeradication.org/disease.asp
9. USAID (United States Agency For International Development), Immunization Essentials, A Practical Field Guide, Washingthon, D.C.2000.
10. Singh, Nihal. Preparation of PIN IV. Materials of Training for Independent Monitor for WHO 4th PIN in Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, February 25, 2006.
11. Singh, Nihal. Preparation of PIN V. Materials of Training for Independent Monitor for WHO 5th PIN in Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, April 6, 2006.
12. WHO. Global_Update_22_Mar_06. Mr. Nihal Singh document as WHO Polio-Consultant for South Sumatera Province. 2006.
13. Ditjen PPM & PL Depkes RI. Mop-up Polio Provinsi Jawa Barat, Bantern dan DKI. Pertemuan Sosialisasi, Jakarta, 25 Mei 2005.
14. Singh, Nihal. 2006. Sensitization on Polio Eradication, Measles Elimination. Materials of Guest Lecture, April 13-2006 in Public Health, Medical Faculty-UNSRI.
15. Yusharmen. Polio di Indonesia. Jumpa Pers WHO, UNICEF, DEPKES di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, 20 Februari 2006.
16. Anonim. Virus Liar Bisa Tunda Target Eradikasi 2005, Jakarta, kompas, 06 Mei 2005. available in http://www.kompas.com/kesehatan/news/0505/06/055946.htm
17. Depkes. Pedoman Pelaksanaan Pekan Imunisasi Nasional tahun 2005. Direktorat Jenderal PP & PL. 2005.
18. WHO. WHO rekomendasikan Vaksin Polio Monovalen. 2005.available in http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/10/18/brk,20051018-68160,id.html
19. Kompas. Tanya Jawab Seputar Penyakit Polio. 2005. Available in http://www.kompas.com/kesehatan/news/0505/06/113102.htm

Sunday, February 18, 2007

BARBIE


"HAVE YOU BEEN TO A BARBIE?"

BARBIE


One of the most important bits of slang you could learn is the word barbie (sometimes spelt barby).

This refers to that famous Australian icon, the barbecue (also spelt barbeque).

You can find barbies everywhere in Australia. At the beach. In national parks. On campus. In people’s backyards.

The word barbie can refer to the gathering of people, or to the device used for cooking the meat.

We usually say, “I am going to a barbecue.” NOT “I am going to a barbecue party.”
If you haven’t been to a barbie, then you haven’t really been to Australia!

Wednesday, February 14, 2007

Doggy bag


"Doggy Bag"


Doggy bag

Doggy bag: a bag in which a diner can take away leftover food, especially in a restaurant; taking away the remaining food from a meal in a restaurant

Example:

A: “Let's ask the waiter if we can get a doggy bag.”
B: “Do you think it is OK to ask that in this type of restaurant?”

A: “I don’t know. But it won’t do any harm trying.”




Can I have a doggy bag, please?

ArvoDodgy


Arvo/Dodgy



The arvo: the afternoon.

Dodgy : if something is dodgy it means it is tricky; difficult; you are unsure about it or you think it might be deceitful.

Example:

Mary: What do you want to do this arvo?

John: How about we skip class and go to the cinema?

Mary: That sounds a bit dodgy to me. What if we get caught?

John: Don’t be a chicken! Who’s going to know?

Mary: I’m not sure. Sometimes I think Barbara has got eyes in the back of her head.

My friends


Alhamdulillah, I have many friends in 9M2......Although we should study in nine months but we are happy because we are getting more knowledege about English.

....My fellows are Mocha (Aceh), Dhini (Aceh), Vina(Aceh), Veni (Riau), Sigit (Jakarta), Ika (Jakarta), Huda (Sukabumi), Ruslan (Aceh), Ana (Jambi), Fuad (jambi)..and me...Najmah (Palembang)......